Babad R.A.A. Martanagara
Babad R.A.A. Martanagara merupakan sebuah otobiografi yang ditulis dalam bahasa Sunda berbentuk prosa. Cerita ini disusun di Sumedang dan diterbitkan oleh penerbit Adrora, Bandung pada tahun 1925. Sang pengarang, R.A.A. Martanagara, adalah seorang pensiunan bupati Bandung tahun 1893—1918. Sebelum menjabat bupati, Martanagara berprofesi sebagai guru, camat, dan wedana di Kabupaten Sumedang serta patih afdeeling Mangunreja (Sukapura). Babad ini ditulis satu tahun menjelang pengarangnya, yaitu R.A.A. Martanagara, meninggal dunia tahun 1926.
Babad R.A.A. Martanagara mengisahkan perjalanan hidup R.A.A. Martanagara sejak awal kelahirannya hingga menjalani masa pensiun di Sumedang, kota tempat kelahirannya. Cara satu cerita yang bersifat mitologis, yaitu tentang kejadian menjelang kelahirannya.
R.A.A. Martanagara tergolong bangsawan Sumedang. Ayah R.A.A. Martanagara, yaitu R. Kusumahyuda yang menjadi Camat Cibeureum berselisih paham dengan kakaknya yang menjabat sebagai Bupati Sumedang sehingga ayahnya itu dibuang ke Jawa Timur. R.A.A. Martanagara dibesarkan oleh keluarga uanya di lingkungan pendopo kabupaten dan kemudian dididik oleh keluarga R. Saleh, seorang pelukis ternama, di Jakarta. Di lingkungan barunya itulah ia belajar bahasa Jawa dan Belanda. Ia disekolahkan oleh R. Saleh di Semarang yang ikut memperluas pemahamannya terhadap bahasa Jawa. Saat kembali ke Sumedang, ia diangkat menjadi guru di sekolah milik bupati Sumedang. Ia mengisahkan pengalamannya selama menjadi pejabat di Sumedang, Mangunreja, dan Bandung.
Pada tahun 1870 ia diangkat menjadi asisten untuk membantu Komisaris Otto van Rees dalam menginventarisasi tanah, penghasilan pamongpraja di Priangan, dan lain-lain dalam rangka mengubah Preanger Stelsel ‘Aturan Priangan’ menjadi Preanger Reorganisatie ‘Reorganisasi Priangan’. Pada saat itu R.A.A. Martanagara sedang menjabat sebagai wedana kota Sumedang. Ia mempunyai hubungan dekat dengan para pejabat Belanda karena mampu berkomunikasi dalam bahasa Belanda. Kemampuannya itulah yang membawa kariernya sampai jenjang paling tinggi yang dapat dicapai oleh orang pribumi, yaitu bupati.
Pada awal pemerintahannya saat menjabat sebagai Bupati Bandung, R.A.A. Martanagara mendapat tantangan dari sebagian bangsawan setempat. Namun, berbagai gebrakan pembaharuan dalam kehidupan masyarakat, seperti penggunaan genting bagi rumah penduduk sehingga mengembangkan industri genting, pendirian pabrik aci, pembangunan jembatan pada sejumlah jalan yang memotong sungai yang dilakukannya mendapat pujian.
Dalam bagian akhir cerita babad diungkapkan adanya peristiwa yang menggegerkan masyarakat Bandung dan pemerintah kolonial, yaitu peristiwa pembunuhan Asisten Residen Bandung, C.W.A. Nagel yang dilakukan oleh Munada, seorang beretnis Cina, pada tahun 1845. Pengungkapan peristiwa tersebut berdasarkan temuan dari penelitian arsip berhubung adanya peristiwa yang hampir sama terhadap pejabat tertinggi di Bandung.