oleh Anri Rachman
Dalam sebuah kongres mengenai bahasa ibu di Bandung belum lama ini, dihasilkan beberapa rekomendasi baik bagi pemerintah maupun bagi dunia. Dua di antara beberapa rekomendasi tersebut adalah meminta UNESCO segera menetapkan bahasa daerah sebagai bahasa ibu dan mengusulkan kepada pemerintah segera membuat UU perlindungan bahasa daerah karena UU No. 24 Tahun 2009 belum mengatur secara khusus teknis perlindungan bahasa daerah. Rekomendasi-rekomendasi tersebut didasari atas kondisi bahasa daerah saat ini yang sangat mengkhawatirkan.
Status politik-sosial bahasa daerah sangat berperan dalam kondisi tersebut. Kesadaran masyarakat tutur akan pentingnya bahasa daerah sebagai bagian dari nilai-nilai budaya dan pondasi utama bahasa Indonesia semakin berkurang. Hal ini disebabkan oleh penilaian negatif (stereotif) masyarakat terhadap status bahasa daerah sebagai bahasa yang sulit dipelajari dan udik atau kampungan bila dibandingkan dengan bahasa asing maupun bahasa Indonesia. Dalam kata lain, bahasa daerah tidak lagi efektif dan fungsional dalam pergaulan karena tidak memberikan keuntungan bagi masyarakat tutur.
Penilaian negatif tersebut diperparah oleh kondisi penggunaan dan pengembangan bahasa daerah di sekolah. Sebagai lembaga pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan, sekolah memiliki peran strategis dan sangat penting dalam perkembangan kondisi bahasa daerah. Keengganan sekolah menyadari akan keanekaragaman bahasa masyarakat pendidikan justru dapat menghambat pendidikan dan perkembangan ilmu pengetahuan karena pendidikan, ilmu pengetahuan, dan bahasa memiliki hubungan yang saling mengikat. Samsuri (1994: 33) mengatakan bahwa untuk mengembangkan ilmu pengetahuan diperlukan banyak peralatan, yaitu kegiatan-kegiatan bahasa, tertulis maupun lisan. Pertumbuhan ilmu pengetahuan tidak mungkin tanpa perkembangan bahasa yang dipakai untuk mengkodekannya. Peran dan fungsi strategis sekolah inilah yang menjadikan pendidikan sebagai media dalam menanamkan nilai-nilai keragaman budaya dan bahasa sejak usia dini.
Problematika Bahasa Daerah di Sekolah
Indonesia merupakan negara multikultural terbesar di dunia, memiliki keragaman budaya, bahasa, suku, agama, dan ras. Keragaman tersebut dapat kita temukan pula di lingkungan sekolah terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, dan Yogyakarta.
Di kota besar semisal Jakarta, hal jamak jika di sekolah peserta didiknya berasal dari berbagai daerah. Dengan keragaman tersebut dapat dipastikan suatu sekolah memiliki keragaman bahasa daerah. Namun, sejauh mana sekolah memfasilitasi keragaman bahasa daerah yang dibawa oleh masing-masing peserta didik ke dalam lingkungan sekolah? Hal ini menjadi satu problematika yang dapat kita temukan di kota besar. Terkadang sekolah lebih memfasilitasi bahasa asing sebagai bahasa kedua untuk dikembangkan dan dikuasai oleh peserta didik.
Di kota lainnya, di daerah, problematika yang muncul ke permukaan berbeda lagi. Meski keragaman bahasa di daerah tidak begitu heterogen, namun apakah sekolah juga telah memfasilitasi bahasa daerah setempat agar tetap terjaga kondisinya?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi pekerjaan rumah sangat penting dan mendesak untuk dijawab. Problematika keragaman bahasa yang muncul di sekolah menjadi dorongan agar sekolah lebih berperan aktif dalam menjaga kondisi bahasa daerah. Selain itu, sekolah juga berperan untuk menekan diskriminasi bahasa sehingga peserta didik dapat menghargai keragaman bahasa daerah dalam kelas yang multilingual dan multikultural.
Keengganan sekolah menyadari pentingnya bahasa daerah dapat memicu problematika lain, seperti hilangnya jati diri sekolah dari kultur tempat sekolah tersebut berdiri dan bernaung sehingga terjadi krisis identitas. Tidak hanya itu, bahkan cepat atau lambat hal tersebut dapat memicu kondisi negatif perkembangan bahasa Indonesia.
Sekolah dan tentu saja guru harus mampu menanamkan dan membangun kesadaran peserta didik akan keberagaman bahasa demi menjaga kondisi bahasa daerah. Kesadaran yang dibangun sejak dini dapat menekan tingkat diskriminasi bahasa khususnya terhadap bahasa daerah. Bagaimanapun diskriminasi bahasa dapat mempengaruhi perkembangan dan pembentukan karakter peserta didik.
Suatu tantangan bagi dunia pendidikan untuk membangun sebuah sistem pendidikan yang dapat menyesuaikan dengan keadaan multibahasa sehingga menyediakan pendidikan berkualitas nan seimbang. Sebuah sistem pendidikan yang multikultural dan dapat diaplikasikan pada semua mata pelajaran dengan cara menggunakan perbedaan-perbedaan kultural termasuk perbedaan bahasa, khususnya bahasa daerah.
Bahasa daerah saat ini membutuhkan ruang agar terbebas dari diskriminasi dan stereotif negatif, khususnya dalam lingkungan pendidikan. Diperlukan strategi-strategi yang memberi tempat khusus bagi bahasa daerah dalam persekolahan agar para penutur bahasa daerah di sekolah tidak merasa dirugikan dengan pengajaran bahasa asing maupun bahasa nasional, Indonesia.
Untuk merealisasikan pendidikan berkualitas, sekolah harus menjadikan bahasa daerah sebagai mata pelajaran. Sebagai mata pelajaran, pengajaran bahasa daerah di sekolah dapat meliputi ‘tentang’ maupun ‘melalui’ bahasa daerah. Dengan penerapan tersebut diharapkan mulai terbukanya pemahaman peserta didik, guru, dan orangtua bahwa pengajaran bahasa daerah dapat membantu mengembangkan kompetensi bahasa, meningkatkan prestasi di bidang mata pelajaran lain dan pembelajaran bahasa kedua atau bahasa asing.
Sekolah harus membuka bahkan memberikan akses bagi peserta didik untuk mempelajari dan mengembangkan bahasa daerah. Dengan terbukanya akses tersebut, sekolah dapat membentuk karakter rasa hormat akan nilai-nilai budaya pada diri peserta didik. Melalui pendidikan multibahasa memungkinkan pengajaran bahasa daerah sambil bersamaan mengembangkan kemampuan bahasa nasional maupun asing, bukan lagi memindahkan bahasa peserta didik ke dalam bahasa asing maupun bahasa Indonesia.
Pengajaran bahasa daerah menjadi awal pengajaran bahasa bagi peserta didik di sekolah meskipun setelah itu peserta didik memerlukan penguasaan bahasa lainnya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Pengajaran bahasa daerah pada permulaan pendidikan dapat menjadi pertimbangan pedagogis, sosial, dan budaya, sehingga dapat memelihara identitas dan jati diri bangsa. Dengan mengembangkan pembelajaran bahasa daerah di sekolah, maka sekolah telah membuka akses bagi masyarakat tutur dalam upaya memartabatkan bahasa daerah.
Selain melalui pembelajaran bahasa daerah di sekolah, upaya pelestarian juga dapat dilakukan pendokumentasian bahasa daerah melalui kegiatan mendongeng. Budaya lisan merupakan suatu metode paling efektif agar tetap menjaga kondisi bahasa daerah di masyarakat tutur.
Nilai-Nilai Budaya dalam Bahasa Daerah
Bahasa bukan hanya sebuah alat komunikasi dan pengetahuan tetapi juga memiliki sifat fundamental sebagai identitas dan pemberdayaan budaya. Hal ini diyakini sebagai suatu dukungan terhadap pendidikan bahasa, bahwa di dalam pembelajaran bahasa daerah terdapat identitas budaya yang harus dijaga dan dilestarikan.
Sebagai salah satu kearifan lokal, bahasa daerah memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam menjaga identitas dan jati diri bangsa. Selain kearifan lokal, dalam bahasa daerah juga terkandung banyak pesan moral dan norma-norma sosial yang selama ini hilang akibat tergerus budaya populer yang berkembang di kalangan penutur muda.
Sebagai identitas budaya yang fundamentalis, bahasa daerah memiliki kedudukan sejajar dengan bahasa Indonesia dan asing karena memiliki peran dan fungsi masing-masing. Tidak ada satu bahasa pun di dunia yang mengklaim sebagai bahasa yang paling baik dari bahasa lainnya. Bahasamu adalah budaya, identitas, dan jati dirimu.
*Penulis lahir di Bandung, 23 Agustus 1983. Sehari-hari beraktivitas sebagai pendidik di Sekolah Madania, Parung, Kab. Bogor. Selain mendidik juga mendirikan rumah produksi Djonggoler dan Komunitas Sastra Masuk Desa yang aktif dalam kegiatan kreatif dan menulis sastra di wilayah Jonggol, Kabupaten Bogor.