oleh: Anri Rachman, S.Pd.
Sudah tidak dapat dimungkiri bahwa kini teknologi menjadi bagian dalam hidup masyarakat. Teknologi menjadi kebutuhan yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Kebutuhan masyarakat akan teknologi bahkan mencandu semakin hari sehingga perkembangan teknologi pun disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Ketergantungan masyarakat akan teknologi memengaruhi berbagai aspek kehidupan: ekonomi, politik, sosial-budaya, pendidikan, agama, bahkan bahasa.
Teknologi menjadi komoditas penting bagi perkembangan kemajuan suatu masyarakat, begitu pun bagi keberlangsungan dan perkembangan bahasa. Beberapa dekade ke belakang J.S. Badudu (1993) pernah mengatakan bahwa bahasa dan masyarakat merupakan dua unsur yang tidak dapat dipisahkan. Tidak mungkin ada masyarakat tanpa bahasa dan tak pula mungkin ada bahasa tanpa masyarakat.
Kini, tidak lagi hanya dua unsur tadi yang tidak dapat dipisahkan, melainkan tiga unsur, yaitu: bahasa, masyarakat, dan teknologi. Di era modernisasi, tidak mungkin ada masyarakat tanpa ada bahasa dan teknologi, serta tidak mungkin ada teknologi tanpa ada bahasa dan masyarakat, kemudian tidak mungkin berkembang suatu bahasa tanpa ada masyarakat (penutur) dan teknologi.
Sudah sangat jelas bahwa suatu masyarakat membutuhkan bahasa dan teknologi untuk berkembang. Sementara teknologi ada dan berkembangpun akibat kebutuhan masyarakat dan ketersediaan media bahasa. Miguel Escobar pernah menyampaikan bahwa semua pengetahuan (teknologi) pada dasarnya dimediasi oleh relasi linguistik yang tidak dapat dihindari secara sosial dan historis. Disadari atau tidak, keberadaan dan keberlangsungan bahasa dipengaruhi oleh masyarakat (penutur) dan teknologi.
Bahasa Indonesia dan Media Sosial
Banyak kosakata baru dalam bahasa Indonesia lahir karena penyesuaian perkembangan teknologi, misalnya daring, luring, tetikus, unduh, dan unggah. Jika teknologi tidak berkembang bukan tidak mungkin kosakata tersebut tidak akan ada hingga saat ini. Namun, permasalahan lain muncul meskipun bahasa Indonesia mampu menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan teknologi. Apakah kosakata baru tersebut populer bagi para penutur? Apakah para penutur bahasa Indonesia menggunakannnya dalam kehidupan sehari-hari untuk berkomunikasi? Apakah penutur bahasa Indonesia menggunakannya dalam teknologi yang mereka gunakan sehari-hari?
Teknologi dan bahasa merupakan bagian dari kehidupan masyarakat. Bahkan, kini teknologi menjadi unsur penting dalam kehidupan. Teknologi tidak hanya berperan sebagai sebuah alat untuk mempermudah suatu pekerjaan, melainkan juga kini telah menjadi bagian dari gaya hidup.
Perkembangan teknologi seperti telah melahirkan budaya baru dalam kehidupan masyarakat, contohnya internet dan media sosial. Untuk berkomunikasi, berbagi, dan mencari informasi, masyarakat kini lebih mengandalkan internet dan media sosial. Pada tahun 2015 menurut laporan riset We Are Social dan Hootsuite, populasi pengguna media sosial di Indonesia mencapai 72 juta orang. Jumlah ini meningkat hampir 50% pada Januari 2017 karena populasi aktif pengguna media sosial di Indonesia menjadi 106 juta orang. Bahkan, diperkirakan masyarakat menghabiskan waktunya sekitar 4 jam sehari hanya untuk menggunakan media sosial, baik untuk kepentingan bisnis, sosial, pendidikan, hiburan, maupun yang lainnya. Bandingkan dengan budaya membaca masyarakat kita yang membutuhkan waktu satu minggu untuk menyelesaikan satu buku atau sekitar 0,35 menit perhari.
Dari jumlah 106 juta orang pengguna media sosial, berapa yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi saat menggunakan media sosial? Apakah kosakata seperti daring, luring, tetikus, warganet, unduh, dan unggah populer di antara para pengguna media sosial? Apakah mereka telah menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar?
Teknologi dan media sosial awalnya menjadi sebuah harapan baru bagi perkembangan bahasa Indonesia. Perkembangan teknologi dan penggunaan media sosial dapat menjadi alat untuk mengembangkan dan mendokumentasikan bahasa Indonesia. Namun, kenyataanya jauh dari harapan. Pengguna media sosial lebih populer dengan ragam bahasa seperti kuy (yuk), sabi (bisa), kane (enak), cabs (cabut), dan yang terbaru kids jaman now (anak zaman sekarang).
Diakui atau tidak, jujur, sangat berat rasanya untuk mencapai tujuan pengembangan bahasa Indonesia melihat kondisi bahasa Indonesia di media sosial. Menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa yang kaya, dicintai oleh pemakainya dan digunakan secara sadar dengan baik, baik sebagai bahasa lisan maupun bahasa tulis menjadi pekerjaan rumah bagi lembaga pendidikan, guru Bahasa Indonesia, ahli bahasa, lembaga bahasa, dan juga pemerintah. Jika dibiarkan, suatu saat cepat atau lambat bahasa Indonesia akan kehilangan penutur dan pengunanya.
Mempertahankan dan bahkan mengembangkan bahasa Indonesia memang tidak mudah, membutuhkan proses dan waktu. Akan tetapi, suatu keharusan dan kewajiban bagi kita sebagai masyarakat Indonesia untuk menjaga, mempertahankan, dan mengembangkan bahasa Indonesia. Mari ingat dan tanamkan kembali cita-cita awal yang telah diikrarkan dalam sumpah pemuda 89 tahun lalu. Bertumpah darah satu, tanah Indonesia; berbangsa satu, bangsa Indonesia; dan menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Mari gunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar di media sosial.
Penulis, Guru di Sekolah Madania, Telaga Kahuripan, Parung, Kab. Bogor.