Jakarta — Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa menggelar acara Bedah Buku Kartini: Hidupnya, Renungannya, dan Cita-Citanya di ruang serbaguna Perpustakaan Kemendikdasmen, Jakarta (19/12). Acara ini bertujuan untuk menambah wawasan masyarakat dalam hal kesastraan, menggali lebih dalam pemikiran dan perjuangan Kartini, serta menginspirasi masyarakat untuk menumbuhkan semangat literasi dan nasionalisme yang terkandung dalam tiap tulisan Kartini.
Kepala Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra, Ganjar Harimansyah, dalam sambutannya mengapresiasi kolaborasi berbagai pihak dalam terselenggaranya bedah buku kali ini, yang merupakan seri kedua dari rangkaian bedah buku Trilogi Kartini karya Wardiman Djojonegoro.
“Bedah buku kali ini adalah bagian kedua dari rangkaian bedah buku Trilogi Kartini. Yang pertama kami selenggarakan pada 13 Desember yang lalu. Bedah buku ini bukan sekadar bedah buku, tetapi merayakan tokoh yang hebat, yaitu R.A. Kartini, yang tentunya dapat kita jadikan inspirasi,” ungkap Ganjar.
Ganjar juga mengapresiasi Wardiman Djojonegoro atas penelitiannya yang telah melahirkan buku Trilogi Kartini dan mengajak para peserta untuk menjadikan semangat literasi yang dimilikinya sebagai panutan.
“Tentunya kita bisa berbangga dan mencontoh Prof. Wardiman, di usia ke-90 tahun tetap aktif menulis. Bagi generasi muda, patut kita contoh semangat dari Prof. Wardiman yang selalu energik dan menginspirasi kita,” ujarnya.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani, dalam sambutannya secara daring, mengungkapkan Trilogi Kartini adalah sebuah karya tulis yang diharapkan akan menjadi inspirasi tidak hanya perempuan, tetapi masyarakat Indonesia terhadap sosok R.A. Kartini, khususnya para generasi muda.
“Buku ini adalah sebuah upaya kita untuk terus menggali dan mendapatkan inspirasi agar kita terus memiliki motivasi di dalam memajukan Indonesia, khususnya generasi muda yang akan terus melaksanakan dan meneruskan upaya cita-cita bangsa kita,” ujar Sri Mulyani.
Dengan mengkaji pemikiran-pemikiran Kartini, Sri Mulyani berharap dapat membuat kita berkontemplasi dan menjadi pelajaran bagi masyarakat, khususnya generasi muda, untuk menjadikannya salah satu pondasi kuat untuk kita maju ke depan.
“Saya berharap dengan membaca Trilogi Kartini, generasi muda akan mendapatkan pemahaman, kesadaran, dan motivasi untuk melihat tantangan bangsa sendiri dan menyadarkan diri kita bahwa memajukan Indonesia merupakan tanggung jawab dan kewajiban kita semua,” tutupnya.
Wardiman Djojonegoro, penulis karya Trilogi Kartini yang merupakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan periode 1993–1998, membuka acara bedah buku dengan mengungkapkan kecintaannya pada sosok Kartini yang ditemuinya dalam karya sastra sewaktu muda. Tidak adanya karya Kartini yang ditulis dalam bahasa Indonesia menjadi alasannya untuk membagikan tulisan Kartini ke dalam bahasa Indonesia.
“Saya terpikir untuk membuat buku itu saat saya melihat seorang peneliti Belanda menerjemahkan semua surat Kartini sebanyak 163 surat ke bahasa Belanda pada tahun 2014. Saya merasa terpanggil, ‘bagaimana mungkin malah orang Belanda yang menulis tentang pahlawan kita?’ Saat itulah saya bertekad menulis trilogi ini,” jelasnya.
Wardiman berhasil mengumpulkan 179 surat, lebih banyak dari yang dapat dikumpulkan dari peneliti Belanda, yang berhasil diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan menjadi buku jilid pertama dari Trilogi Kartini. Buku jilid kedua berisikan biografi Kartini berdasarkan kehidupan, renungan, dan cita-citanya, sedangkan buku jilid ketiga yang berisikan inspirasi Kartini dan kesetaraan gender Indonesia.
Sebagai rangkuman, Trilogi Kartini menceritakan tentang sosok Kartini sebagai pelopor nasionalisme dan seorang nasionalis yang memperjuangkan “kebebasan dan kemerdekaan” bagi perempuan pribumi. Melalui surat-suratnya ia memperjuangkan kemajuan bagi perempuan Indonesia yang pada waktu itu terikat oleh adat dan tradisi yang kuat. Kartini juga memperjuangkan hak perempuan Indonesia untuk diberikan pendidikan agar dapat mandiri di tengah banyak tantangan, baik dari kaum adat maupun dari pejabat dan masyarakat.
Sastrawan yang juga seorang advokat dan pendiri Baca di Tebet, Kanti W. Janis, berkesempatan mengulas dan menanggapi buku Trilogi Kartini ini. Menurutnya, dalam membaca pemikiran Kartini, kita harus memahami konteks sosial, ekonomi, dan budaya pada era itu sebelum mengaplikasikannya ke dalam kehidupan sekarang ini.
“Kita harus membiasakan membaca pemikiran Kartini dengan kritis. Ia menekankan pendidikan bagi perempuan tidak sesederhana supaya laki-laki dan perempuan sejajar, tetapi supaya kita setara dan berfungsi sesuai dengan kemampuan kita masing-masing,” ujar Kanti.
Kanti turut menambahkan bahwa Kartini dalam tulisannya menginginkan peradaban yang maju bagi masyarakatnya. “Ujungnya, Kartini menginginkan kemajuan rakyatnya, bukan hanya gagah-gagahan supaya perempuan dan laki-laki sama, tetapi dengan berani Ia menunjukan perlawanannya dengan literasi, dengan mengkritik pemerintahan Belanda secara langsung melalui artikel dan surat-surat yang dikirimnya kepada pemerintah Belanda,” jelas Kanti.
Salah satu peserta, Lukmansyah, seorang guru dari SMA Pancasila, bertanya tentang bagaimana porsi negara dalam menerapkan visi Kartini. Ning, salah satu peserta lainnya, menambahkan apa yang perlu dilakukan untuk menyiapkan Kartini masa depan.
Kanti menanggapi pertanyaan ini dengan menyoroti bahwa negara ini berdiri atas konsensus bersama. Kebijakan yang dihasilkan oleh pemerintah datangnya pun dari rakyat.
“Jadi, jika ingin mengkritik pemerintah harus datangnya dari diri sendiri, sehingga yang bisa dilakukan pemerintah tentunya dengan dorongan dari rakyat, yaitu kita harus punya partisipasi yang lebih aktif,” jawabnya.
Wardiman menambahkan bahwa melanjutkan perjuangan Kartini itu adalah tugas kita. “Kartini berjasa karena ide-idenya. Yang melaksanakannya adalah masyarakat dengan pemerintah. Pemerintah sejak awal telah melaksanakan kesejahteraan gender walaupun belum sempurna, masyarakatlah juga harus mau aktif bergerak. Banyak hal yang harus dibereskan, oleh karena itu tujuan buku ini juga memupuk ide agar kita bisa menempatkan prinsip kesetaraan gender di masyarakat,” tutup Wardiman.
Sumber:
Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah