Burak dalam Naskah Isra Mikraj

Oleh Asep Juanda

 

Kepulauan Nusantara memiliki peninggalan karya tulis yang sangat banyak dan beragam, di antaranya berupa naskah, prasasti, dokumen, dan arsip. Kekayaan peninggalan ini merupakan benda-benda pusaka berharga yang perlu mendapat perhatian khusus agar terpelihara dari kerusakan secara fisik, lebih jauh lagi menghindari dari kemusnahan kandungannya (Hidayat, 2:2006). Naskah (manuskrip) ada yang sudah tersimpan di lembaga pemerintah dan nonpemerintah. Ada juga yang masih tersimpan atau dimiliki oleh perorangan. Keberadaan naskah-naskah tersebut ada di dalam negeri atau pun di luar negeri, seperti di Malaysia dan Belanda.

Naskah-naskah tersebut, sebagian besar merupakan naskah-naskah islami. Naskah-naskah itu memberi warna dalam berbagai kehidupan kerohanian, pola pikir, dan prilaku masyarakat Nusantara yang berlandaskan ajaran Islam. Keberadaan naskah-naskah islami ini tidak lepas dari latar belakang sejarah, yaitu sejarah masuk dan berkembangnya Islam.

Islam masuk dan berkembang di kawasan Nusantara dengan cara damai. Islam mempunyai peran besar dalam mencerdaskan masyarakat Nusantara dan membawanya pada peradaban yang tinggi serta membentuk masyarakat Nusantara yang berkepribadian positif.

Di dalam agama Islam salah satu cara agar masyarakat mempunyai kepribadian yang positif, yaitu dengan melaksanakan segala perintah Allah Swt. dan menjauhi segala yang dilarang-Nya. Salah satu perintah-Nya adalah manusia (penganut agama Islam) harus melaksanakan salat yang lima waktu. Salat yang lima waktu merupakan hasil yang didapat Nabi Muhammad saw. dari peristiwa Isra dan Mikraj. Begitu penting kedudukan ibadah salat sehingga untuk menerima perintah atau kewajiban tersebut, Nabi Muhammad saw. langsung diundang oleh Allah Swt. ke langit yang ke tujuh.

Di balik peristiwa Isra dan Mikraj Nabi Muhammad saw. terdapat berbagai peristiwa yang menarik. Di antaranya Allah Swt. mengundang langsung Nabi Muhammad saw. ke Sidrat Al-Muntaha yang dijemput dengan kendaraan (hewan) yang dinamai Burak. Isra dan Mikraj terjadi pada malam hari dari Masjid Al-Haram ke Masjid Al-Aqsha di Palestina yang selanjutnya ke Sidrat Al-muntaha di langit ke tujuh.

Riwayat Isra dan Mikraj Nabi Muhammad saw. salah satunya terdapat dalam naskah lama yang ditulis oleh KH. Hasbullah pimpinan Pondok Pesantren Riadul Mutaalimin di Selanangka, Cianjur yang berjudul Al-Isra Wa Al-Mikraj.

Secara stema, naskah Al-Isra Wa Al-Mikraj ditemukan di Kampung Citamiang, Desa Citalem, Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat milik perorangan, yaitu milik Ustaz Holil. Ia menerimanya dari putra KH. Hasbullah yang bernama KH. Sihabudin. Naskah tersebut diterima ustaz Holil ketika masih belajar di Pondok Pesantren Riadul Mutaalimin di Selanangka, Cianjur.

Naskah Isra dan Mikraj Nabi Muhammad saw., telah banyak yang meneliti. Di antaranya dalam disertasi karya Dr. Titin Nurhayati Ma’mun (2007) yang berjudul Isra Miraj Nabi Muhammad Saw Edisi Teks, Kajian Struktur, Resepsi, dan Transformasi Naskah Sunda – Arab. Namun, dari berbagai penelitian tersebut belum ditemukan hasil penelitian naskah Isra Mikraj yang khusus mengenai keunikan Burak.Oleh sebab itu, dalam penelitian ini, dikaji lebih fokus pada Burak sebagai tunggangan Nabi Muhammad saw dalam melaksanakan Isra-Mikraj.

.

Deskripsi Naskah Al-Isra Wa Al-Mikraj

Naskah ini berjudul Al-Isro Wa Al-Mikraj. Judul naskah tersebut terdapat pada halaman awal naskah, tepatnya bagian atas-tengah. Tidak terdapat nomor naskah. Naskah Al-Isro Wa Al-Mikraj ini didapatkan dari Ajengan Holil yang merupakan mantan murid mama Selanangka, KH Hasbullah.

Berdasarkan informasi darinya bahwa naskah ini adalah tulisan KH. Hasbullah dan didapatkan dari putra penulisnya, yaitu KH. Sihabudin ketika ajengan Holil menimba ilmu di pondok pesantren Riyadul Mutaalimin. Pondok pesantren tersebut, sekarang berganti nama menjadi Pondok Pesantren Almansyuriah. Naskah ini menurutnya belum ada yang meneliti termasuk peneltian melalui filologi.

Naskah Al-Isro Wa Al-Mikraj ini berjumlah delapan halaman. Naskah tersebut didapat dalam bentuk aslinya, agak lusuh (bukan foto atau fotokopi). Naskah yang diteliti dalam keadaan baik dan utuh karena halaman naskah lengkap.

Naskah Al-Isro Wa Al-Mikraj ini merupakan naskah asli dalam kertas tulis yang berukuran 22 x 29 cm, jadi ukuran tiap halamannya sama. Tulisan di dalam naskah ini merupakan tulisan tangan.

Naskah ini tanpa jilid. Pada halaman pertama; bagian atas-tengahnya terdapat tulisan basmalah. Kemudian terdapat tulisan mengenai sumber penulisan yang dilanjutkan di bawahnya dengan tulisan berukuran lebih besar dari ukuran huruf yang lainnya. Naskah ini tidak terdapat penerbit naskah. Pada halaman kedua hingga halaman terakhir berupa tulisan isi naskah, lanjutan dari halaman pertama.

Aksara yang digunakan dalam naskah ini adalah Aksara Arab berbahasa Sunda. Aksara dalam naskah berukuran sedang. Bentuk Hurufnya tegak atau lurus (pendicular). Menggunakan tinta warna hitam. Naskah tidak menggunakan tanda baca. Judul dan subjudul diberi tanda tertentu. Keadaan tulisan dalam naskah ini sebagian besar cukup jelas. Pada halaman 1 dan 2 di dalam naskah, terdapat kata-kata yang tidak dapat dibaca karena ada bagian-bagian huruf yang hilang. Oleh sebab itu, digunakan tanda “____” pada tahap alih aksara dan alih bahasa. Hal itu sebagai tanda bahwa bagian naskah tidak dapat dibaca.

Cara penulisan naskah AWM adalah,

  1. pemakaian lembaran naskah untuk tulisan bolak-balik (halaman depan-belakang), lembaran yang ditulisi dua muka.
  2. teks ditulis sejajar dengan lebar lembaran naskah.
  3. pengaturan ruang tulisan dalam naskah, teks berbentuk prosa
  4. tidak terdapat penomoran naskah. Namun, tampak ada tambahan penomoran halaman dengan warna dan tulisan yang berbeda dari teks naskah walaupun memakai angka Arab yang asli ( ١٫٢٫٣٫٤….)

Teks pada naskah Al-Isro Wa Al-Mikraj ini berbahan kertas lokal. Pada kertas yang digunakan tidak terdapat cap air (watermark). Jenis kertas yang digunakan adalah kertas polos yang digarisi dengan pinsil. Kualitas kertas tebal dan warna kertas putih.

Naskah Al-Isro Wa Al-Mikraj ini menggunakan bahasa Sunda. Namun, terdapat beberapa kutipan ayat Alquran dan beberapa kata dalam bahasa Arab. Naskah ini berbentuk prosa dan termasuk karya yang berkadar muatan keagaamaan.

Pada naskah tidak terdapat kolofon. Namun,   menurut   ajengan Holil   diketahui masa hidup penulisnya, yaitu lahir tahun 1915 dan wafat tahun 1980. Menurutnya pula bahwa naskah terebut ditulis sekitar tahun 1950-an.

Secara keseluruhan naskah Al-Isro Wa Al-Mikraj ini memaparkan hikmah adanya peristiwa Isra Mikraj dan alasan-alasan terjadinya Isra Mikraj pada malam hari. Selain itu, Naskah ini juga memiliki fungsi sosial sebagai ajaran moral dan keimanan bagi masyarakat karena di dalam naskah ini banyak berisi pelajaran-pelajaran hidup dan keimanan yang bersumber dari Alquran dan beberapa kitab kuning. Namun, dalan tulisan ini memfokuskan pada karakteristik Burak sebagai tunggangan Nabi Muhammad saw. dalam peristiwa Isra dan Mikraj.

 

 naskah al isra

Gambar naskah Al-Isra Wa Al-Mikraj halaman pertama

 

Burak dalam Naskah Al-Isra Wa Al-Mikraj

 Peristiwa Isra dan Mikraj Nabi Muhammad saw. banyak memberikan informasi keberadaan tempat, mahluk, dan benda yang terdapat antara Makah hingga Sidrat Al-Muntaha. Demikian juga mengenai peran malaikat jibril dan Mikail, dua malaikat yang menyertai Nabi serta peran Burak sebagai tunggangan Nabi Muhammad saw. dalam peristiwa tersebut. Hal itu dapat diketahui di antaranya dalam naskah AWM sebagai berikut.

Ari Isro éta angkatna Kanjeng Nabi Muhammad saw. ti peuting tunggang Buroq sarta digandéng ku Malaikat Jibril jeung Mikail ti Masjidil Harom dongkap ka Masjid Al-Aqsha Baitul Muqaddas.Ari Mikroj éta munggahna Kanjeng Nabi Muhammad saw. ti Masjidi Alaqsho nepi ka Sidrulmuntaha atawa nepi ka Surga atawa nepi ka tungtungna alam.(Awm hal. 1)

 

Isro adalah berangkatnya Kanjeng Nabi Muhammad saw. pada malam hari menunggangi Burak dan didampingi oleh Malaikat Jibril dari Masjid Al-Haram ke Masjid Al-Aqsha Bait Al-Muqaddas. Mikraj adalah naiknya Kanjeng Nabi Muhammad saw. dari Masjid Al-Aqsa hingga ke Sidrot Al-Muntaha atau sampai ke Surga atau sampai ke ujung alam. (Awm hal. 1)

 

 

Berdasarkan naskah AWM yang di dalamnya terdapat kutipan dari beberapa kitab kuning, yaitu Al-Mahahibulladuniyah disertai syarahnya, syarah Al-Syifa, Al-kawakib Al-Anwar, tafsir Daar Al-Mansyur, tafsir Fakhrudinirraji, dan lain sebagainya bahwa karakteristik dan keunikan Burak di antaranya sebagai berikut.

  • Burak semacam hewan Surga. Malaikat Jibril mengambil salah satu Burak untuk dijadikan tunggangan Nabi Muhammad saw. dari bumi ke langit dan dari langit ke bumi. Hal itu sebagaimana yang teradapat dalam naskah AWM, sebagai berikut.

 Tuluy disubadanan pangdua langit sarta tuluy nimbalan Gusti Allah ka malaikat Jibril supaya leumpang ka surga sarta kudu nyokot hiji Buroq ti Surga sarta kudu dibawa éta Buroq ka Nabi Muhammad saw. supaya ditumpakan ka Baitullmuqaddas. (Awm hal. 4)

 

Terus diijabah doa langit. Gusti Allah berfirman kepada Malaikat Jibril agar menuju Surga agar Burak dibawa kepada Nabi Muhammad saw. untuk ditungganginya ke Bait Al-Maqdis. (Awm hal. 4)

 

  • Burak semacam hewan yang diperuntukkan bagi Nabi Muhammad saw. karena pada jidatnya terdapat nama Nabi Muhammad saw.Jumlahnya sekitar empat puluh ribu ekor. Dari jumlah tersebut terdapat satu Burak yang lebih unik. Hal itu sebagaimana yang terdapat dalam kutipan naskah AWM sebagai berikut.

Ti dinya tuluy angkat Malaikat Jibril ka surga sarta ninggal dina kebon surga aya opat puluh rebu Buroq eukeur nyaratuan dina kebon surga sarta ditulis dina tarangna sakabeh Buroq jenengan Nabi Muhammad saw. jeung katinggal ku malaikat Jibril dina anu opat puluh rébu Buroq aya hiji Buroq eukeur sujud sarta jejeritan ceurik ngucur cimatana. (Awm hal. 4)

 

Dari situ terus Malaikat Jibril berangkat ke Surga. Di dalam kebun Surga Ia melihat empat puluh ribu Burak sedang makan. Pada jidat semua Burak terdapat tulisan Nabi Muhammad saw. Di antara empat puluh Burak, terlihat oleh Malaikat Jibril ada seekor Burak sedang sujud serta menjerit-jerit sambil menangis, air matanya terus mengalir. (Awm hal. 4)

  • Burak merupakan hewan yang mampu berkomunikasi dengan malaikat Jibril. Selain itu, ia mengetahui informasi adanya Nabi Muhammad saw. sebagai rasul Allah dan sangat menggagungkannya. Sebagaimana dalam kutipan berikut.

Tah nya tuluy ditanya ku Malaikat Jibril éta Buroq,”kunaon anu matak kitu?” Ngajawab éta Buroq, pokna,” hé Malaikat Jibril, saeunggeus kaula ngadéngé jenengan Nabi Muhammad saw. dina zaman opat puluh rébu tahun kacida kaula mahabahna kaula ka Nabi Muhammad saw. sahingga nepika henteu hayang nyatu henteu hayang nginum, balikan haté kaula tutung ku bawaning mahabah ka éta Muhammad. (Awm hal. 4)

 

Terus ditanya (Burak) oleh Malaikat Jibril,” mengapa demikian?” menjawab Burak,” Hai Malaikat Jibril, semenjak saya mendengar nama Nabi Muhammad saw. selama empat puluh ribu tahun ke belakang. Saya sangat mencintainya sehingga saya tidak mau makan dan minum. Bahkan, hati saya sampai hangus.” (Awm hal. 4)

  • Burak mempunyai fisik seperti hewan tunggangan sehingga dapat dikenakan tali kekang dan pelana. Sebagaimana dalam kutipan berikut.

Timbalan Malaikat Jibril ,”Kaula datang kadieu buat nyokot maneh buat dingapungkeun ka nabi Muhammad anu dipimahabbah ku maneh.” Sarta tuluy dikadalian, di selaan eta Buroq ku Malaikat Jibril. Ari selaan intan lu’lu’ anu bodas ari kadalina tina intan anu beureum. (Awm hal. 4)

 

Jawab Malaikat Jibril,” saya datang ke sini untuk mengambilmu, lalu untuk diterbangkan kepada Nabi Muhammad saw. yang kamu cintai.” Setelah itu, Burak tersebut dipakaikan tali kekang/kendali dan pelana oleh Malaikat Jibril. Adapun pelana terbuat dari intan yang putih, sedangkan kendalinya dari intan yang berwarna merah. (Awm hal. 4)

  • Burak berwarna putih, mempunyai fisik yang tidak terlalu besar. Namun, ia mampu berjalan atau terbang dengan sangat cepat. Hal itu sebagaimana kutipan berikut.

Ari hikmatna anu dipilih buat tunggangan Kanjeng Nabi éta Buraq supaya ngadohirkeun kana mukjizat. Karana éta Buraq sifatna bodas, adeuganna saluhureun himar sahandapeun keledéy, tapi sakitu bisa gancangna, leumpangna sakira-kira lengkahna bisa satungtung panenjo. (Awm hal. 4)

 

Hikmah Burak dipilih sebagai tunggangan Kanjeng Nabi, agar menampakan adanya mukjizat. Warna Burak adalah putih. Fisiknya lebih besar daripada himar dan lebih kecil daripada keledei. Namun, jalannya bisa cepat, langkahnya sepanjang mata memandang. (Awm hal. 4)

  • Burak mempunyai cara tersendiri ketika berjalan naik atau turun dari gunung. Burak mempunyai kulit muka sebagaimana manusia, tertawanya sebagaimana kuda, jari-jari dan ekornya sebagaimana sapi, dadanya bagaikan buah delima yang berwarna merah, serta terdapat tulisan “Laailaahaillallah” dan “Muhammadarrosulullah” pada jidat antara kedua matanya. Mempunyai sayap pada kedua kaki belakangnya. Sebagaimana kutipan berikut.

Ari leumpangna eta Buraq lamun naek ka gunung luhur, sukuna ti tukang. Lamun turun ti gunung luhur sukuna ti hareup supaya tetep tenang ka kanjeng Nabi. Ari pipina eta Buraq cara pipi jalma. Ari seurina cara seuri kuda. Ari cinggirna jeung buntutna cara cinggir sapi jeung buntut sapi. Ari dadana cara merah dalima anu beureum. Sarta ditulis dua jajar antara dua panon Buraq, jajaran kahiji tulisana “Laailaahaillallah”, jajaran kadua tulisanana “Muhammadarrosulullah” sarta eta Buraq aya jangjangan dua dina dua pingpingna tukang, supaya tambah kuat gancangna. (Awm hal. 4)

 

Cara berjalan Burak ke gunung yang tinggi, kakinya dari dari belakang. Jika turun dari gunung yang tinggi, kakinya dari depan agar tenang terhadap Kanjeng Nabi. Pipi Burak seperti pipi manusia. Tertawanya cara tertawa kuda. Kelingking dan ekornya seperti kelingking dan ekor sapi. Dadanya seperti buah merah delima yang merah. Terdapat dua jajar tulisan antara kedua matanya, jajaran pertama tulisannya kalimat “laailaahaillallah”, jajaran kedua tulisannya kalimat “Muhammadarrasulullah”. Burak mempunyai dua sayap pada paha dua kaki belakangnya agar kuat dan cepat terbangnya. (Awm hal. 4)

 

  • Burak merupakan hewan Surga yang berbeda dengan hewan-hewan pada umumnya di dunia. Hal itu sebagaimana kutipan berikut.

Jadi eta Buraq henteu cara sifat sato hewan , jeung henteu cara sifat manuk. Balik eta Buraq lain awewe, lain lalaki sarta koneng celi duanana tur henteu daekkeun cicing eta supaya nuduhkeun kana kuatna jeung tanginasna. (Awm hal. 4)

 

Jadi, Burak itu tidak seperti sifat hewan atau burung. Selain itu, Burak bukan wanita dan bukan pula laki-laki. Kedua telinganya berwarna kuning dan tidak bisa diam sebagai pertanda kekuatan dan kelincahan (gerakan jalan dan terbangnya). (Awm hal. 4)

 

SIMPULAN

Teks pada Naskah AWM menggunakan huruf Arab dan berbahasa Sunda. Sebagian susunan kalimatnya dipengaruhi oleh susunanan kalimat dalam bahasa Sunda dan bahasa Arab.Untuk mendapatkan makna yang lebih mudah dipahami, digunakan tarjamah harfiah dan tarjamah bebas.

Burak sebagai tunggangan Nabi Muhammad saw. dalam melakukan Isra dan Mikraj mempunyai keunikan tersendiri jika dibandingkan dengan mahluk atau hewan lain pada umumnya. Dalam naskah AWM, di antara keunikan Burak sebagai berikut:

  • menangis dan menjerit sebagaimana halnya manusia
  • mampu berkomunikasi dengan malaikat Jibril
  • mempunyai fisik yang tidak terlalu besar. Namun, ia mampu berjalan atau terbang dengan sangat cepat.
  • mempunyai kulit muka mirip manusia, tertawanya sebagaimana kuda, jari-jari dan ekornya bagaikan ekor dan jari-jari kaki sapi, dadanya bagaikan buah delima yang berwarna merah, serta terdapat tulisan “Laailaahaillallah” dan “Muhammadarrosulullah” pada jidat antara kedua matanya
  • Kedua paha kaki belakangnya mempunyai sayap
  • bukan wanita dan bukan pula laki-laki. Kedua telinganya berwarna kuning dan tidak bisa diam sebagai pertanda kekuatan dan kelincahan (gerakan jalan dan terbangnya)

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 Baried, Baroroh. 1994. Pengantar Teori Filologi. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Djamaris, Edward. 2002. Metode Penelitian Filologi. Pusat Bahasa. Jakarta: CV. Manasco

Ekadjati, S. Edi. 1988. Naskah Sunda, Inventarisasi dan Pencataan. Katalog Naskah sunda. Bandung: Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran dengan The Toyota Foundation.

Hidayat, Syarief. 2006. Disertasi “Usul al-Din Dalam Naskah Sunda Suntingan Teks dan Kajian Pemikiran Kalami:. Bandung: Universitas Padjadjaran.

Lubis, Nabilah. 2001. Naskah, Teks, dan Metode Penelitian Filologi. Jakarta: Media

Alo Indonesia

Robson, S.O. 1994. Prinsip-Prisnip Filologi Indonesia. Jakarta: Publikasi Bersama Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa dan Universitas.

 

Bagikan ke:

Postingan Terkait