Dewi Sartika
Dewi Sartika adalah salah satu sastrawan muda di Jawa Barat yang namanya mulai menyemarakkan khazanah sastrawan Indonesia. Ia dilahirkan di Cilegon pada tanggal 27 Desember 1980. Namanya mulai diperbincangkan orang saat novelnya yang berjudul Dadaisme memenangkan sayembara penulisan roman Dewan Kesenian Jakarta pada tahun 2003. Dewi Sartika dalam pengantarnya mengatakan alasan penulisan novel tersebut khususnya tentang judul novel Dadaisme. Menurutnya, orang di dunia ini menjadi “ada” di hadapan tiap orang. keberadaan ini mengisaratkan bahwa kita ada. Seperti halnya anak-anak akan berusaha menarik perhatian orang tuanya untuk dianggap ada dan remaja berulah agar diperhatikan sesamanya atau lawan jenisnya. Demikian pula dengan orang dewasa membuat sesuatu yang berguna untuk menarik lingkungan dan menganggapnya ada. Kita lahir bukan dianggap untuk menjadi tiada. Bahkan, orang yang mati pun berharap untuk tidak dilupakan karena dilupakan itu sangat menyakitkan. Berkaitan dengan itu Dadaisme yang merupakan suatu istilah yang menurut pengarangnya telah dilupakan orang. Padahal, dadaisme merupakan istilah yang pernah mewakili sesuatu walau hanya satu periode. Judul ini pun dipilihnya untuk mengingatkan orang atau pengguna bahasa bahwa dadaisme itu ada yang artinya tiada lain adalah ingin diingat selalu.
Sikap Dewi Sartika yang seperti itu mencerminkan bahwa Dewi adalah seorang pengarang yang jeli yang pandai memanfaatkan sesuatu yang tidak diperhatikan orang. Karya-karya lain yang sudah diterbitkan diantaranya Natsuka, My Silly Enggagement, dan Numeric Uno. Seperti halnya Dadaisme, Natsuka terpilih sebagai buku remaja terbaik versi IKAPI 2005.
Sementara itu, dari latar belakang pendidikan digambarkan bahwa Dewi Sartika menyelesaikan kuliahnya di Jurusan Sastra Indonesia, Universitas Pendidikan Indonesia. Selain menulis novel, ia juga dikenal sebagai penulis skenario di ANP dan acara The Coffe Bean Show yang tayang di sebuah stasiun televisi nasional. Hobinya adalah menulis, membaca, mendengarkan musik, makan, dan jalan-jalan. Selain menjadi novelis, Dewi Sartika sebenarnya mempunyai cita-cita menjadi seorang sutradara. Namun, cita-cita yang satu itu belum terlaksanakan.