Kelahiran Surau: Tiga Puisi Husen Arifin

 Kelahiran Surau: Tiga Puisi Husen Arifin

Kelahiran Surau

hampir sembilan bulan
orang-orang meriungkan
tentang kelahiran
surau di pedesaan

surau-surau, bagi mereka
adalah tempat mencari keberkahan
di antara kesulitan pangan
dan kegelisahan berlipatan
mereka akan melahirkan surau
dan tercipta di surau itu

mulanya ramai tempat beristirah
beberapa membawa buah
beberapa lagi sekadar singgah

lalu menjadi hiasan bagi pedesaan
hanya satu dan dua orang memanggil ketuhanan
dan kenabian sementara orang lain sibuk dalam pekerjaan

tak mampu digenggam kepala
tak lagi ada seribu basmalah yang mencinta
di surau ini demi tuhannya

(Bandung, 2019)

Cinta di Selat Sunda

bekas tsunami itu samar-samar
berganti doa-doa, sudah bertukar
untuk membangun menara
yang dirancang dengan bahagia

malam untuk bersama bermunajat
di antara waspada dan saling menatap
pintu rumah, di punggung waktu
untuk bersandar menciptakan kembali

dari keteguhan seseorang, bagaimanakah
angka tersusun menjadi cinta baru
di tangan ibu? kita menjemput hujan
menghapus samar-samar keraguan
karena kita cepat melangkah lagi
melalui doa-doa setiap hari

(Bandung, 2019)

Muasal Menjadi Angin

kehendakku adalah
menjadi angin

aku mengelilingi tembok-tembok
yang tak pernah roboh di pikiran
orang-orang kesepian

aku tahu bahwa kesiapan
menjadi angin
adalah membaca seluruh syair
yang termaktub dalam celana penyair

bilamana aku sebagai angin
aku menerbangkanmu
setiap engkau ingin naik haji
atau engkau ingin terbang ke bulan lagi

(Bandung, 2019)

Biodata Penulis:

HUSEN ARIFIN lahir di Probolinggo 28 Januari 1989. Bermukim di Kabupaten Bandung. Karya-karyanya dimuat jurnal, media lokal dan nasional juga dalam kumpulan puisi dan cerpen bersama. Peraih Juara I Lomba Cipta Puisi tingkat Nasional UPI Bandung (2016), dan Juara III Lomba Nyala Puisi tingkat Nasional Gerakan Menulis Buku Indonesia Solo (2017). Juara III Lomba Cipt Puisi di IAIN Salatiga (2018).

Postingan Terkait