Lembaga Basa jeung Sastra Sunda (LBSS) bekerja sama dengan Balai Bahasa Jawa Barat pada Jumat, 5 April 2019 mengadakan Diskusi Triwulan yang membahas tentang “Perlunya Komisi Istilah Bahasa Sunda”. Diskusi ini diselenggarakan di Aula Prof. Tadjudin Balai Bahasa Jawa Barat dan diikuti oleh peserta dari kalangan pengurus LBSS, MGMP, media, serta staf Balai Bahasa Jawa Barat.
Diskusi ini menampilkan tiga orang pembicara, yaitu Dadan Sutisna, Tatang Sumarsono, dan Asep Rahmat Hidayat, serta dipimpin langsung oleh Ketua Umum LBSS, Darpan. Dalam kata pembukanya, Darpan menyampaikan pentingnya dibentuk komisi istilah bahasa Sunda. Selama ini bahasa Sunda seperti terabaikan, tidak ada yang memperhatikan perkembangannya. Sementara gempuran bahasa asing semakin tidak terelakkan lagi. Oleh karena itu, peserta diskusi diharapkan memberikan banyak masukan mengenai komisi istilah bahasa Sunda yang akan dibentuk oleh LBSS sebagai satu-satunya lembaga di Jawa Barat yang mengurusi bahasa Sunda. Dalam diskusi dibahas mengenai bagaimana cara kerja komisi ini dan pedoman pelaksanaannya. Pembahasan tersebut meliputi bagaimana kriteria istilah yang akan diputuskan, bagaimana proses memilih dan memutuskannya, serta bagaimana cara mengumumkannya.
Dadan Sutisna menyampaikan beberapa hal yang harus dilakukan komisi istilah jika nanti resmi dibentuk. Pertama, menyusun korpus istilah. Kedua, menentukan kriteria. Ketiga, cara mengambil istilah apakah akan mencari padanan istilah yang ada dalam bahasa Sunda ataukah mengadopsi atau mengadaptasi istilah dari bahasa lain. Keempat, menelusuri padanan dalam sumber yang pernah ada dalam bahasa Sunda. Kelima, membuat rumusan untuk menentukan satu istilah, termasuk etimologi. Keenam, menyosialisasikan hasil komisi istilah.
Menurut Tatang Sumarsono, banyak sekali kosakata bahasa asing terutama yang terkait dengan bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang belum dimiliki oleh bahasa Sunda. Apakah kosakata tersebut akan dipadankan ataukah diserap tentunya harus dipikirkan oleh lembaga seperti LBSS. Banyak kasus kosakata bahasa asing yang kerap dipakai oleh masyarakat. Tentunya masyarakat sudah tidak asing lagi dengan kata selfie. Bahasa Indonesia telah memiliki kata swafoto sebagai padanannya. Sementara, bahasa Sunda sampai saat ini belum memiliki padanan katanya. Dalam diskusi tersebut beberapa peserta sempat mengusulkan kata moto maneh atau disingkat moneh, tetapi tentu saja kata tersebut harus dibakukan terlebih dahulu oleh komisi istilah sebelum dilempar ke masyarakat.
Sebetulnya kosakata bahasa Sunda juga memiliki banyak peluang untuk dapat masuk ke Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Asep Rahmat Hidayat menyebutkan beberapa syarat sebuah kata dapat masuk ke KBBI, yaitu unik (belum ada kata dalam bahasa Indonesia yang mengungkapkan konsep itu dengan arti sama persis), sesuai kaidah bahasa Indonesia (kata dibentuk dan dapat membentuk kata lain dengan kaidah pembentukan kata bahasa Indonesia), sedap didengar/eufonik (tidak mengandung bunyi yang tidak lazim dalam bahasa Indonesia atau sesuai dengan kaidah fonologi bahasa Indonesia)), berkonotasi positif, dan kerap dipakai/frekuensi pemakaiannya tinggi (kata sering ditemukan di berbagai sumber dari beragam kelompok penutur selama rentang waktu yang cukup lama).
Tentunya sejalan dengan perkembangan yang terjadi di masyarakat, terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, perlu disertai juga dengan perkembangan kosakata/istilah dalam bahasa Sunda. Seperti diketahui bersama bahwa salah satu indikator kemajuan peradaban sebuah bangsa adalah kekayaan peristilahannya. Oleh karena itu, sudah waktunya bahasa Sunda memiliki komisi istilah yang akan memperkaya kosakata bahasa Sunda. (DV)