Komitmen Kemendikbudristek bersama Badan Bahasa dalam Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar Episode 17: Revitalisasi Bahasa Daerah melalui Pelatihan Guru Utama Revitalisasi Bahasa Daerah Jenjang SMP di Jawa Barat

 Komitmen Kemendikbudristek bersama Badan Bahasa dalam Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar Episode 17: Revitalisasi Bahasa Daerah melalui Pelatihan Guru Utama Revitalisasi Bahasa Daerah Jenjang SMP di Jawa Barat

Soreang—Balai Bahasa Provinsi Jawa Barat, sebagai perpanjangan tangan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi kembali menyelenggarakan kegiatan Pelatihan Revitalisasi Bahasa Daerah yang berlangsung dari tanggal 24—27 Juli 2022 di Hotel Sutan Raja, Soreang. Kegiatan dengan judul “Pelatihan Guru Utama Revitalisasi Bahasa Daerah untuk Tunas Bahasa Ibu Jenjang SMP di Provinsi Jawa Barat” ini diikuti oleh masing-masing tiga orang perwakilan guru bahasa daerah jenjang SMP dari setiap kota/kabupaten se-Jawa Barat. Kegiatan ini menghadirkan narasumber yang ahli di berbagai bidang dari tujuh cabang mata lomba, di antaranya adalah membaca dan menulis aksara Sunda, menulis cerita pendek (nulis carpon), membaca dan menulis puisi (maca sajak), mendongeng, pidato (biantara), tembang pupuh, dan komedi tunggal (borangan), yang selanjutnya materi tersebut akan dijadikan mata lomba pada perhelatan Festival Tunas Bahasa Ibu baik tingkat kabupaten/kota maupun provinsi. Melalui pelatihan ini diharapkan mampu mengarahkan para guru utama untuk dapat menyampaikan kembali informasi dari pelatihan ini kepada guru dan siswa di daerahnya masing-masing dalam usaha untuk merevitalisasi bahasa daerah.
Pada Minggu, 24 Juli 2022, acara pelatihan dibuka secara resmi oleh Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Prof. E. Aminudin Aziz, M.A., Ph.D., dengan didampingi oleh Kepala Balai Bahasa Provinsi Jawa Barat Dr. Syarifuddin, M.Hum.
Dalam sambutannya, Kepala Balai Bahasa Provinsi Jawa Barat memberikan laporan terkait rangkaian kegiatan pelatihan revitalisasi bahasa daerah yang telah diselenggarakan sejak awal Juli lalu. Dr. Syarifuddin, M.Hum., menyampaikan bahwa dari kegiatan Festival Tunas Bahasa Ibu tahun 2021 telah menghasilkan 11 butir rekomendasi dari diskusi dengan beberapa pihak terkait seperti Dinas Pendidikan, Maestro atau para ahli setiap bidang mata lomba, dan guru-guru setingkat SD dan SMP. Rekomendasi yang diperoleh ini kemudian akan dilaksanakan atau diimplementasikan di daerah masing-masing sebagai upaya untuk penguatan revitalisasi bahasa daerah, yang salah satu kegiatan puncaknya adalah Festival Tunas Bahasa Ibu. Dr. Syarifuddin, M.Hum. juga mengatakan “Pelatihan ini yang merupakan kegiatan pelatihan ketiga atau terakhir setelah pelatihan dengan para pengawas dari Dinas Pendidikan dan guru utama SD se-Jawa Barat. Pihak Balai Bahasa Provinsi Jawa Barat akan melakukan pemantauan terkait penyelenggaraan revitalisasi bahasa daerah sebagai tindak lanjut dari kegiatan pelatihan ini, terhitung sejak kegiatan ini selesai hingga awal bulan November 2022 menjelang pelaksanaan Festival Tunas Bahasa Ibu tahun 2022.”
Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa juga memberikan materi tentang konsep dan implementasi program Merdeka Episode 17: Revitalisasi Bahasa Daerah kepada guru-guru SMP tersebut. Beliau mengatakan bahwa, bermula dari kekhawatiran yang dirasakan terkait kepunahan bahasa daerah yang terus menerus terjadi di Indonesia. Kemudian lahirlah ide untuk menyelenggarakan rangkaian kegiatan program revitalisasi bahasa daerah sebagai bentuk pemertahanan bahasa daerah di Indonesia. Pada tahun 2021 kegiatan ini diselenggarakan di tiga provinsi yaitu, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan. Selanjutnya, ditahun 2022 ini akan diselenggarakan di 12 provinsi di Indonesia. Selain itu, pada tahun 2023 Indonesia juga dicanangkan akan menjadi co-organizer pada acara International Mother Language Day yang diselenggarakan oleh UNESCO, kegiatan tersebut direncanakan untuk dapat diselenggarakan pada bulan Februari bertepatan dengan bulan bahasa.
Prof. E. Aminudin Aziz, M.A., P.hD., juga membahas terkait fenomena monolingualisme. “Monolingualisme merupakan istilah yang saya gunakan terkait fenomena di mana masyarakat dunia kian hari menjurus pada satu Bahasa saja, sehingga menghasilkan satu Bahasa yang paling dominan digunakan. Hal ini bukan hanya digunakan pada keseharian saja atau sosial, melainkan juga dalam bidang ekonomi. Contohnya, Bahasa Inggris yang banyak digunakan padahal Bahasa internasional yang ditetapkan oleh PBB tidak hanya Bahasa Inggris saja. Fenomena ini ditakutkan akan menggerus penggunaan Bahasa daerah yang menuju kepunahan bahasa daerah.”

Di setiap provinsi setidaknya terdapat lebih dari satu bahasa daerah. Dalam usaha untuk merevitalisasikan bahasa daerah terdapat tiga model yang diterapkan dilihat dari ketegori Bahasa daerahnya, diantaranya Model A sebagai kategori untuk bahasa yang memilki jumlah penutur dominan, revitalisasi dilakukan melalui pembelajaran di sekolah, di mana pembelajaran dilakukan secara integratif dan adaptif melalui muatan lokal dan ekstrakurikuler, seperti bahasa Sunda, Jawa, dan Bali. Selanjutnya, Model B untuk beberapa bahasa daerah yang di wilayah tersebut dengan memiliki jumlah penutur yang relatif masih banyak, sehingga pendekatannya juga dapat dilakukan melalui pembelajaran di beberapa di beberapa wilayah pakainya, seperti bahasa-bahasa yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan, NTB, Sumatera Utara. Sedangkan untuk model C merupakan Bahasa yang berisiko punah, di mana pendekatannya dilakukan melalui komunitas dan juga pembelajaran dengan menunjuk dua atau lebih keluarga sebagai tempat belajar untuk menjaga pelestarian Bahasa tersebut.
Sebelum menutup sesi, Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa mengajak seluruh peserta pelatihan revitalisasi bahasa daerah ini untuk bersama-sama berkomitmen melestarikan bahasa daerah melalui pembelajaran di sekolah.

Penyampaian materi pertama dalam kegiatan Pelatihan Guru Utama Revitalisasi Bahasa Daerah untuk Tunas Bahasa Ibu di Provinsi Jawa Barat dibuka oleh pembahasan cabang lomba menulis cerita pendek (nulis carpon) oleh Darpan, M.Pd., selaku narasumber sekaligus perwakilan dewan juri pada acara Festival Tunas Bahasa Ibu.
Dalam pemaparannya, Darpan, M.Pd., terlebih dahulu menyampaikan evaluasi hasil perlombaan ngarang carpon pada helaran Festival Tunas Bahasa Ibu tahun 2021. Hal ini bertujuan agar pada pelaksanaan pasanggiri tahun ini dapat lebih baik lagi. Ia menambahkan bahwa penulisan carpon haruslah hasil dari pemekaran imajinasi anak supaya tidak menjadi hanya hasil hafalan semata.
Melalui pelatihan guru utama untuk tunas bahasa ibu jenjang SMP ini, beliau berharap bahwa proses menuju pasanggiri ini dapat juga direfleksikan dalam proses pembelajaran terkait bahasa dan sastra di sekolah. Menurutnya ada beberapa kompetensi yang perlu dimiliki oleh pendidik untuk mengajarkan menulis carpon, diantaranya membaca dan menulis. “Jika seseorang memiliki kemampuan menulis yang baik, maka sudah dipastikan dia juga memiliki kegemaran membaca yang baik pula. Karena pengetahuan yang seseorang tulis adalah hasil ia membaca.” tuturnya.
Pada penjelasannya mengenai carpon, Darpan melanjutkan bahwa penulisan carpon diibaratkan seperti pertandingan tinju yang berakhir dengan KO, artinya cerita harus dikemas sedemikian rupa sampai memberikan akhir yang akurat dan tidak menggantung.
Selain pemaparan materi mengenai penulisan carpon, seluruh peserta pelatihan juga diajak untuk membaca dan mengulas dua buah carpon yang dibuat saat kegiatan FTBI tahun sebelumnya untuk dijadikan rujukan jenis carpon mana yang dirasa sesuai dengan petunjuk teknis yang akan dirancang oleh panitia. Melalui pelatihan ini diharapkan seluruh peserta dapat memahami lebih jauh mengenai proses dan aspek penilaian dalam mata lomba menulis carpon.

Bagikan ke:

Postingan Terkait