M. A. Salmun nama lengkapnya adalah Mas Ace Salmun Raksadikaria lahir di Rangkasbitung pada tanggal 23 April 1903 dan wafat di Bogor pada tanggal 10 Februari 1972. Salmun adalah seorang pujangga serta ahli bahasa dan sastra Sunda dan Indonesia. Pengetahuannya dalam bidang sastra sama tingginya dengan keseriusannya dalam menciptakan karya-karya sastra (terutama dalam bahasa Sunda). Selain dari karya sastra tradisional seperti wawacan dan gending karesmen (sandiwara sunda), Salmun juga rajin menulis novel, roman, dan cerita pendek.
Salmun adalah pengarang tiga zaman yang sangat produktif dan serba bisa. Ia menulis dalam hampir semua bentuk karangan baik prosa, maupun puisi dalam bahasa Indonesia dan Sunda. Salmun banyak jasanya dibidang kebudayaan (Sunda), diantaranya ia berjasa mendirikan ” Sakola Dalang” di Bandung pada tahun 1965.
Salmun mempunyai latar belakang dari keluarga asisten wedana yang bernama Mas Abusa’id Raksadikaria yang sewaktu mudanya pernah menjadi kamidi yaitu pengarang gending karesmen dan penari ulung. Ibunya Salmun bernama Nyi Mas Samayi, masih mempunyai hubungan darah dengan bangsawan Lebak, walaupun tidak pernah sekolah pintar membaca Latin, Jawa, Sunda, dan Arab. Selain itu, ibunya Salmun pintar berbahasa Sunda, Jawa, Kawi, Malayu, dan sedikit bahasa Belanda dan Cina.
Setelah selesai sekolah di HIS, MA Salmun mulai bekerja di Kantor Pos dan Telepon-Telegrap (PTT) Rangkasbitung, kemudian dipindahkan ke Tanjung Karang. Dari Tanjung Karang Salmun dipindahkan lagi ke Cianjur. Di Tanjung Karang, Salmun memulai menulis dengan serius dan mengirimkan tulisan-tulisannya ke Balai Pustaka.
Pada tahun 1938, Salmun masuk menjadi anggota dalam sidang pengarang Sunda Bale Pustaka yang pada waktu itu banyak mengeluarkan karya sastra wawacan, di antaranya Ciung Wanara (1939), Mundinglaya (1940), Ekalaya Palastra (1940), Asmarandhana (1942), Mintaraga (1942), dan saduran dari The Pilgrim’s Progress karya John Bunyan yang diberi judul Goda Rancana (1942). Tahun 1943 Salmun keluar dari Bale Pustaka, menjadi pejabat pamong praja di Banten, tapi pindah tugas lagi ke Bale Pustaka (1948-1951). Karya-karya awal Salmun yang muncul sewaktu di Bale Pustaka, di antaranya Padalangan Pasundan (1949), menjadi editor Mahabharata (1950), memperbaiki Wawangsalan Jeung Sisindiran karya Mas Adiwinata dan Raden Bratakusumah menjadi Sisindiran (1950), dan menulis cerita Gogoda ka nu Ngarora (1951).
Pada tahun 1951, waktu Fakultas Sastra UI membuka mata kuliah bahasa Sunda, Salmun jadi dosen luar biasa. Salmun sangat rajin ketika diadakan Konperensi Basa Sunda di Bandung (1952) yang menghasilkeun berdirinya Lembaga Basa jeung Sastra Sunda (LBSS). Hampir setiap kongres-kongres bahasa Sunda selanjutnya, Salmun selalu mengemukakan pendapat-pendapatnya yang berkaitan dengan perkembangan bahasa Sunda.
Di Bogor, Salmun merupakan perintis terbitnya majalah Tjandra (1954). Salmun juga merupakan perintis terbitnya majalah Mangle (1957) dan Sari (1963). Dalam majalah-majalah tersebut, Salmun rajin menulis karya-karya yang berupa cerita bersambung atau bahasan mengenai sastra. Selanjutnya cerita-cerita bersambung Salmun banyak yang dibuat menjadi buku, di antaranya Budah Cikapundung (1965), Angeun Haseum (1965), Villa Bati Nyeri (1966), dan Neangan Bapa (1966).
Karya-karya sastra M.A. Salmun yang eprtama muncul dalam bentuk dangding dan cerita pendek, diterbitkan dalam Volksalmanak Soenda dan surat kabar Parahiangan terbitan Bale Pustaka. Setelah itu, Salmun juga menulis wawacan, gending karesmen, bahasan/esey, roman, sajak, dan sebagainya. Bukunya anu pertama kali terbit yaitu Moro Julang Ngaleupaskeun Peusing (1923) dan Sungkeman Gelung (1928). Naskah gending yang dibuat pada masa awal Salmun menjadi pangarang, di antaranya Mundinglaya, Kelenting Kuning, dan Lenggang Kancana (semuanya dibuat pada tahun 1933). Naskah gending Lenggang Kancana selanjutnya diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Armijn Pane (1934). Pada zaman setelah perang, Salmun menulis gending Arya Jalak Harupat yang menceritakan tentang Oto Iskandar di Nata (1954).
Pada tahun 1950, Salmun termasuk ke dalam tim yang menyusun buku pelajaran bahasa Sunda Kandaga, bahkan Salmun menulis tentang kesusastraan yang berjudul Kandaga Kasusastraan Sunda (1959). Selain giat dalam bidang sastra, tahun 1965 Salmun mendirikan sekolah dalang di Bandung.
Salmun tak hanya mahir menulis dalam bahasa Sunda ia pun sanggup dengan baik menulis di dalam bahasa Indonesia. Gaya menulisan dan bahasa Salmun selain penuh humor, ia pun secara serius sering memaparkan tentang filsafat, etika kehidupan dan agama. Sebagai seorang yang mendalami sastra wayang dan pedalangan karya-karya tulis Salmun tentang wayang dan pedalangan tersebut penuh dengan nasihat, petuah dan filsafat kemanusiaan.
Tahun 1971 dengan kondisi mata yang 80% yang tidak melihat, Salmun berhasil menyelesaikan naskah Paribasa Sunda yang dikirimnya ke penerbit Sumur Bandung. Naskah tentang peribahasa Sunda tersebut merupakan karya terakhir Salmun yang dibuat pada tahun 1971 beberapa bulan sebelum akhir hayatnya.
Hasil karya Salmun tercatat dan terkumpulkan sebanyak 480 judul, termasuk karya-karyanya yang ditulis dalam bahasa Indinesia. Ke-480 judul tersebut adalah terbitan tahun 1929 sampai 1967, terdiri dari guguritan 122 judul, wawacan 6 judul, sanjak 25 judul, cerita pendek 103 judul, roman 7 judul, anekdot 26 judul, drama dangding dan gending karesmen 5 judul, bahasan 172 judul, pengetahuan bacaan umum 6 judul, dan buku pelajaran 8 judul.
Setelah keluar dari Bale Pustaka, Salmun menjadi pegawai di Departemen Sosial sampai dia pensiun. M.A. Salmun yang beristirahat dengan tenang di bumi Bogor pada tahun 1972. Namanya diabadikan untuk sebuah jalan, Jalan M.A Salmun.