MATDON

Matdon

Matdon adalah seorang penyair dan wartawan. Ia lahir di Bandung, pada tanggal 12 Desember tahun 1966.  Ia menyelesaikan SD di Bandung Raya, SMP Tsanawiyah di Cijerah, dan SMA di Madrasah Aliyah Negeri Cipasung Tasikmalaya. Kemudian, ia melanjutkan pendidikian di IAIN Fakultas Ushuludin, Jurusan Aqidah Filsafat, dan pindah Jurusan ke Perbandingan Agama.

Matdon mulai menulis sastra sejak kelas 3 SMP. Karya puisi pertamanya di muat di Suara Karya. Ia lebih menekuni lagi dunia sastra sejak ia sekolah di Aliyah di Cipasung karena tertarik pada puisi-puisi Acep Zamzam Noor. Setelah itu, ia semakin tertarik pada dunia tulis-menulis sampai sekarang, bahkan selain sastra ia pun menulis artikel-artikel budaya.

Sebagai wartawan ia pernah bekerja di Harian Umum Gala (Galamedia), Suara Karya, LKBN Antara Bandung, Tabloid Monitor, Radio Mora, Info Kota, dan Kini wartawan Radio Cosmo FM Bandung. Ia juga aktif di Forum Diskusi Wartawan Bandung dan Majelis Sastra Bandung.

Sebagai penulis, esai dan laporan seni budayanya dimuat di beberapa media massa. Tulisannya dimuat di Kompas, The Jakrta Post, Sinar Harapan, Bandung Pos, Suara Karya, Pikiran Rakyat, Galamedia, Bali Post, Pelita, Seputar Indonesia, dan The Point.

Sebagai penyair, ia telah melahirkan buku kumpulan puisi Persetubuhan Bathin (bersama penyair Deddy Koral, 2002), Garis Langit (2003), Mailbox (2006), Kepada Penyair Anjing (2008), puisinya terdapat dalam kumpulan puisi Maha Duka Aceh (2005), dan Benterang Puisi Apa Adanya (bersama penyair Atasi Amin dan Anton De Sumartana, 2009).

Sebagai Warga Bandung, ia berusaha merespon situasi buruk politik Kota melalui performance art di ruang terbuka. Ia telah melakukan performance art Mandi Darah, Mandi Hitam, Mandi Surat, Mandi Berita, Mandi Kembang, Punclut Muncrut, Nungging Art, Press Is Crime, dan High Voltage 2006 (kolaborasi dengan Arman Jamparing).

Sebelumnya, Matdon tidak pernah bergabung dengan komunitas sastra mana pun, ia hanya ikut-ikutan saja, tetapi ia juga kadang mengisi acara di komunitas Bunga Matahari atau Tobucil. Ia tidak mau bergabung dengan komunitas sastra karena umumnya komunitas sastra itu baru tiga kali pertemuan sudah bubar lagi.  Namun, sejak 25 Januari 2009 Matdon bersama rekan-rekannya, Yusep Muldiyana, Aendra H. Medita, Hanif Hermana, Andi, dan Dedi Koral mendirikan Majelis Sastra Bandung.

Kini ia bekerja tetap sebagai wartawan di radio Cosmo Bandung. Selain itu ia menjadi penulis lepas di beberapa media seperti Jakarta Post dan lain-lain. Ia juga kadang-kadang menjadi IO sebuah acara, misalnya peluncuran produk, peluncuran album dan sebagainya.

Matdon mengungkapkan bahwa proses kreatif setiap penyair itu dari segi pengalaman itu pasti sama, tetapi hanya proses pengendapan masalahnya saja yang berbeda sehingga menghasilkan tulisan atau puisi yang berbeda. Pengendapan masalah yang berbeda ternyata menghasilkan bahasa atau diksi yang berbeda.

Bagikan ke:

Postingan Terkait