Muhammad Musa adalah sastrawan Sunda pada abad ke-19 (1822-1896). Ia banyak menulis prosa dan puisi dalam bentuk wawacan. Selain itu ia pun sering menulis berbagai bidang selain sastra , antara lain bidang pemerintahan, pendidikan, dan pertanian. Karya yang ditulisnya tersebut ada yang berupa karangan sendiri dan ada pula hasil terjemahan.
Muhammad Musa lahir di Limbangan, Garut pada tahun 1822. Ayahnya bernama Raden Rangga Suryadikusumah , seorang patih di Limbangan. Ia kemudian dikenal dengan nama Raden Haji Muhammad Musa. Sebutan raden didepan namanya merupakan gelar keningratan karena ayahnya seorang ningrat.Ketika masih kecil Raden Muhammad Musa dibawa ayahnya menunaikan ibadah haji ke Mekkah. Sepulang dari Mekah ia mendapat gelar haji. Pendidikan yang ditempuh Muhammad Musa adalah pesantren yang berada di Kabupaten Purwakarta.
Tahun 1855 Muhammad Musa diangkat menjadi penghulu dan tahun 1864 ia diangkat menjadi penghulu besar di Limbangan sebuah kabupaten yang berada di wilayah Jawa Barat.Ia diangkat menjadi penghulu besar karena dianggap oleh pemerintahan Belanda dapat menguasai ilmu agama Islam cukup tinggi.
Semasa mudanya Muhammad Musa berteman baik dengan Karel Frederik Holle (1829-1896). KF Holle, pengusaha Belanda yang membuka perkebunan the dan kopi di Cikajang Garut. Persahabatan diantara mereka terjalin selama 30 tahun- sampai Muhammmad Musa meninggal. Selama pertemanan tersebut telah banyak yang diperbuat mereka. Antara lain dalam hal memajukan pertanian rakyat di Garut. Selain itu persahabatan mereka dipergunakan oleh pemerintah Belanda untuk memperlancar kepentingan politiknya di Garut, seperti ketika akan mendirikan sekolah pemerintah (Penjajahan Belanda), KF Holle dan Muhammad Musa diangkat sebagai pelopornya. Di sekolah itu mereka menentukan aksara Jawa cacarakan sebagai huruf yang digunakan untuk mendidik siswanya. RH. Muhammad Musa meninggal di Bogor pada usia 64 tahun, karena sakit. (10 Agustus 1886).
Karya R.H.Muhammad Musa di Bidang sastra yang sangat dikenal pada zamannya adalah Wawacan Panji Wulung. Wawacan ini banyak diminati masyarakat Sunda disamping Wawacan Purnama Alam dan Wawacan Rengganis. Selain Wawacan Panji Wulung banyak juga karya karya sastra lainnya yang telah diterbitkan antara lain :
1.Wawacan Dongeng-Dongeng, Batavia: Landsdrukkerij, 1862.41 halaman. Hruf Sunda Jawa.
- Wawacan Raja Sudibya, Batavia: Landsdrukkerij, 1862, 100 halaman, huruf Sunda- Jawa.
3.Wawacan Wulangkrama (Wawacan Nasehat Nikah), Batavia : Landsdrukkerij 1862, 66 halaman, huruf Sunda-Jawa.
- 4. Carita Secalana, Batavia : landsdrukkerij, 1863, 61 halaman, huruf Sunda – Jawa, dan Latin
- Carita Abdurahman jeung Abdurahim, Batavia: Landsdrukkerij, 1863,191 halaman, huruf Sunda – Jawa, dan latin..
- 6. Wawacan Carios Ali Muhtar, Batavia : Landsdrukkerij, 1865, 51 halaman, hruf Sunda – Jawa, dan latin.
- Wawacan Wulang Murid, Batavia: Landsdrukkerij, 1865, huruf Sunda – Jawa.
- Dongeng-Dongeng Pieunteungeun, Batavia : Landsdrukkerij, 1867, 158 halaman, huruf Sunda – Jawa.
9.Kitab Dongeng-Dongeng nu Araneh, Batavia : Landsdrukkerij, 1871, huruf Sunda- Jawa, 266 halaman.