Nyanyian Tanah Air adalah kumpulan puisi karya Saini K.M. yang diterbitkan pertama kali oleh penerbit PT Grasindo pada tahun 2000. Buku ini memuat 100 puisi yang dibagi menjadi delapan bagian yaitu (1)”Sajak Buat Anak-Anak”, (2) “Ada Sebuah Negeri”, (3) “Bendera Darah dan Air Mata Kami”, (4) “Para Utusan dan Nama-Nama”, (5) “Langit Ungu Matahari Jingga”, (6) “Bayang-Bayang yang Rindu”, (7) “Lalu Kudengar Suara Itu”, (8) “Bagi Sebuah Sajak”.
Dalam bagian Sajak “Buat Anak-Anak”, terdapat 7 buah puisi yaitu “Sajak Buat Anakku”, “Kanak-Kanak”, “Hatiku di Tanah Tinggi”, “Di Pantai”, “Dongeng”, “Sajak Buat Anak-Anak”, dan “Wasiat Seorang Ayah”. Dalam Bagian kedua, Ada Sebuah Negeri, dimuat 9 buah puisi yaitu “Kota Kelahiran”, “Bandung”, “Kota Suci”, “Dunia Sepi”, “Priyangan”, “Bumi yang Diberkati”, “Jalan-Jalan”, “Ada Sebuah Negeri”, dan “Nyanyian Tanah Air”.
Pada bagian ketiga dimuat 8 puisi, yaitu “Surat Bertanggal 17 Agustus 1946”, “Pada Suatu Hari Tidurlah Pahlawan”, “Anggota KAMI Pada Kawannya”, “Mereka Datang Kepada Saya”, “Menuju Jakarta”, “Bendera Darah dan Air Mata Kami”, dan “Percakapan”.
Pada bagian keempat dimuat lima belas puisi, yaitu “Buat Arief Budiman”, “Sukardal”, “Muhamat Toha”, “Sum Kuning”, “Dede Hudaya Padmadinata”, “Ahim”, “Pengangkut Sampah”, “Wartawan Sugandan di Lebanon” (1988), “Pak Guru Acil”, “Somad”, “Sebelum Tewas di Gelanggang Dangdut”, “Pak Kamdi Bolos dari Kantornya”, “Suryomentaram”, “Dewi Sartika”, “Kepada Prof. Dr. Yus Rusyana”, “Mundinglaya Di Kusumah”, dan “Marsinah”.
Bagian kelima memuat dua belas puisi, yaitu “Selain Cahaya Matamu”, “Nyanyian Hari”, “Soneta Merah Jambu”, “Kepada Perempuan yang Sedang Tidur”, “Nina Bobo”, “Nama”, “Sebuah Wajah”, “Percakapan Dua Orang Ibu”, “Debu”, “Sebuah Kamar”, “Langit Ungu Matahari Jingga”, dan “Rindu”.
Di bagian keenam dimuat lima belas puisi, yaitu “Seorang Insinyur di Puncak Bukit”, “Anjing Gila”, “Labah-Labah”, “Pergelaran Wayang Golek”, “Berulang Kali”, “Dua Yatim Piatu”, “Pasir Putih”, “Rumah Cermin”, “Sisyphus”, “Pilatus”, “Bayang-bayang yang Rindu”, “Kakek yang Juga Bernama Zakaria”, “Tangan”, “Nahkoda”, dan “Teratai”.
Di bagian ketujuh memuat sembilas belas puisi yaitu “Ziarah I”, “Ziarah II”, “Paradise Lost”, “Parthenon”, “Siesta”, “Rendezvous”, “Ecce Homo”, “Gema”, “Dewa Ruci”, “Lalu Ku Dengar Suara Itu”, “Dua Pasang Kasut di Tangga Candi”, “Imam Besar”, “Orang-Orang Buta dan Tuli”, “Tentang Tangan”, “Rabu Berkabung”, “Di Pandai Besi”, “Doa”, “Pertanyaan”, dan “Di Padang Arafah”.
Di bagian kedelapan meimuat enam belas puisi yaitu “Kembali Ke Afrika”, “Lagu”, “Bagi Sebuah Sajak”, “Pidato”, “Sang Penyair”, “Kepada Penyair Muda”, “1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10”.
Sebagai pelengkap tulisan ini berikut akan dikutipkan sajak “Nyanyian Tanah Air”
Gunung-gunung perkasa, lembah-lembah yang akan tinggal menganga
Dalam hatiku, Tanah airku, saya mengembara dalam bus
Dalam kereta api yang bernyanyi. Tak habis=habisnya hasrat
Menyanjung dan memuja engkau dalam laguku
Bumi yang tahan dalam derita sukmamu tinggal terpendam
Bawah puing-puing, bawah darah kering di luka
Pada denyut daging muda
Dan akan kiranya anak-anakku yang dendam dan sakit hati
Ya Ibu yang payah dalam duka kasihku
Kutatap setiap mata di stasiun, pada jendela-jendela terbuka
Kucari fajar semangat yang pijar bernyala-nyala
Surya esok hari, matahari, sawah, dan sungai kami
Di langit yang bebas terbuka, langit burung-burung merpati