Pemerintah Mewajibkan Penamaan Bangunan dan Permukiman Menggunakan Bahasa Indonesia

 Pemerintah Mewajibkan Penamaan Bangunan dan Permukiman  Menggunakan Bahasa Indonesia

Pemerintah Republik Indonesia, melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, akhirnya mewajibkan pengutamaan penggunaan bahasa Indonesia pada nama bangunan dan permukiman di seluruh wilayah Indonesia. Hal tersebut diberlakukan setelah keluarnya Surat Edaran Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pengutamaan Bahasa Negara di Ruang Publik yang ditujukan kepada Gubernur dan Bupati/Wali Kota di seluruh Indonesia.

Surat Edaran yang ditandatangani oleh Mendikbud, Muhadjir Effendy, pada 19 Desember 2018 ini dibuat dalam rangka melaksanakan amanat Pasal 36 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan bahwa penggunaan Bahasa Indonesia wajib diutamakan oleh setiap pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Pengutamaan bahasa negara tersebut juga merupakan tindak lanjut dari hasil Kongres Bahasa Indonesia Xl yang berlangsung di Jakarta pada tanggal 28–31 Oktober 2018 sesuai dengan arahan Wakil Presiden Republik Indonesia, Bapak Jusuf Kalla, agar bahasa Indonesia secara terus menerus dapat mengikuti kemajuan peradaban bangsa.

Selain mewajibkan penggunaan bahasa Indonesia dalam penamaan bangunan dan permukiman, dalam Surat Edaran tersebut juga disebutkan bahwa bahasa Indonesia wajib digunakan dalam lima objek ruang publik lainnya. Secara lengkap, dalam Surat Edaran Nomor 12 Tahun 2018 Mendikbud menginstruksikan para Guburnur dan Wali Kota/Bupati di seluruh wilayah Indonesia untuk

  1. berpartisipasi lebih aktif dalam pengutamaan bahasa negara, terutama dalam kegiatan penyelenggaraan pelayanan publik;
  2. mewajibkan pengutamaan penggunaan bahasa Indonesia pada 5 (lima) objek ruang publik, yaitu:     a. nama lembaga dan gedung;                                                                                                                           b. nama bangunan, jalan, apartemen atau permukiman, perkantoran, kompleks perdagangan,                 merek dagang, lembaga usaha, dan lembaga pendidikan;                                                                     c. penunjuk jalan, fasilitas umum, spanduk dan alat informasi lain yang merupakan pelayanan                  umum;                                                                                                                                                       d. nama ruang pertemuan; dan                                                                                                             e. nama dan informasi produk barang/jasa, serta
  3.  mengutamakan bahasa negara dengan cara menempatkan/meletakkan bahasa Indonesia di atas        bahasa lain.

Mendikbud berharap partisipasi para Gubernur dan Wali Kota/Bupati dalam pemartabatan bahasa Indonesia ini dapat meneguhkan kembali kebanggaan bangsa dan meningkatkan kualitas kinerja pemerintah dalam pelayanan publik.

Penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik saat ini memang semakin tergerus oleh maraknya masyarakat yang memilih menggunakan bahasa asing. Dominasi bahasa asing, khususnya bahasa Inggris, tampak dalam penamaan bangunan, reklame, kain rentang, dan papan-papan penunjuk publik. Sebagai contoh adalah istilah Car Free Day. Padahal, sudah ada padanan istilah dalam bahasa Indonesia yaitu “Hari Bebas Kendaraan Bermotor.” Maraknya penggunaan istilah asing tentu akan mengancam eksistensi bahasa Indonesia di kalangan masyarakat.

Petunjuk jalan di salah satu hotel di kawasan Cipanas Kabupaten Garut menggunakan bahasa asing.

Dengan maraknya penggunaan bahasa asing di ruang pubik, mengindikasikan bahwa  bahasa Indonesia semakin terpinggirkan dan bahkan sudah ditinggalkan karena kesadaran masyarakat sudah sangat rendah dan lebih bangga menggunakan bahasa asing. Masyarakat lebih suka berbahasa asing karena menilai bahasa asing lebih relevan dengan perkembangan dunia saat ini. Tanpa mereka sadari, hal tersebut merupakan perbuatan melawan hukum karena melanggar UU RI No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, khususnya Pasal 36—38.

Di Provinsi Jawa Barat sendiri, sejak tahun 2015 Balai Bahasa Jabar terus melakanakan pemantauan penggunaan bahasa di ruang publik yang ada di 27 kota dan kabupaten. Setelah diamati, banyak pemakaian bahasa di ruang publik, baik papan nama maupun papan petunjuk, yang menggunakan bahasa asing atau campuran antara bahasa Indonesia dan bahasa asing.

Drs. Sutejo, Kepala Balai Bahasa Jabar, ketika diminta tanggapannya terkait Surat Edaran Mendikbud tentang Penggunaan Bahasa Negara di Ruang Publik berharap agar dengan adanya Surat Edaran tersebut semua pemangku kepentingan: Gubernur, Bupati, Wali Kota, dan semua elemen masyarakat lebih memartabatkan bahasa Indonesia di ruang publik. “Bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa harus kita martabatkan. Hal ini merupakan tanggung jawab semua elemen masyarakat, tidak hanya tanggung jawab Balai Bahasa Jawa Barat”, kata Sutejo. (DS)

Kepala Balai Bahasa Jabar, Drs. Sutejo,  ketika menyerahkan penghargaan kepada pemenang Lomba Pemartabatan Bahasa Negara di Kabupaten Karawang tahun 2018.

Postingan Terkait