Pengaruh Fonotaktik dalam Proses Morfologis Bahasa Indonesia

Oleh Dindin Samsudin

 

Dalam kaidah tata bahasa Indonesia, fonem  awal  kata dasar  yang diawali   fonem /p/, /t/, /k/, dan /s/ jika mendapat  awalan meng-,  fonem  awal  kata dasar  itu  berubah  menjadi mem-, men-, meng-, dan meny-, seperti pakai menjadi memakai, tamparmenampar, kuatmenguat , dan sakitmenyakiti. Begitu juga jika mendapat awalan pe-, fonem awal kata dasar tersebut berubah menjadi pem-, pen-, peng-, dan  peny seperti pukulpemukul, taripenari, kaitpengait, dan sukapenyuka.

Akan tetapi, berdasarkan data yang ditemukan, di dalam pemakaian di masyarakat, pemakaian afiks mengN yang bergabung dengan kosakata bahasa Indonesia yang diawali dengan fonem /k/, /p/, /t/, /s/ ditemukan fenomena yang bervariasi, yaitu mengalami peluluhan dan tidak. Salah satu contoh adalah data yang penulis temukan di ranah internet.

Perkembangan media internet yang luar biasa pesatnya sangat berpengaruh terhadap persebaran dan penyebaran bahasa Indonesia ke setiap pelosok dunia. Di satu sisi penyebaran bahasa Indonesia yang dilakukan secara tidak sengaja oleh media internet tersebut sangat menggembirakan para penggiat bahasa dalam memasyarakatkan bahasa Indonesia. Akan tetapi, di sisi lain penyebaran tersebut juga cukup memprihatinkan karena bahasa yang digunakan di media internet dalam menyampaikan informasi tidak semuanya berupa ragam baku bahasa Indonesia.

Akibatnya, muncullah bahasa Indonesia dengan berbagai ragam. Pemunculan berbagai ragam itu secara alamiah tidak dapat dihindari. Namun, jika yang tersebar itu justru ragam bahasa Indonesia yang tidak baku, tentu bukan merupakan perkembangan yang baik. Salah satu masalah yan g muncul adalah bentuk alomorf dengan artikuasi pada pengimbuhan meng-, peng-an, dan peng- yang berfonem awal /k/, /p/, /t/, dan,/s/.

Dalam data ditemukan bentuk mengocok dan mengkocok, mengutuk dan mengkutuk, mengonsumsi dan mengkonsumsi, mengombinasikan dan mengkombinasikan, memutar dan memputar, memastikan dan mempastikan, memengaruhi dan mempengaruhi, memerhatikan dan memperhatikan, menipu dan mentipu, menyukseskan dan mensukseskan, serta menyinergikan dan mensinergikan.

Setiap bahasa mempunyai ketentuan sendiri yang berkaitan dengan kaidah kebahasaannya, termasuk di dalamnya kaidah deretan fonem. Kaidah yang mengatur deretan fonem mana yang terdapat dalam bahasa dan mana yang tidak dinamakan fonotaktik (Moeliono, 1993:52). Alwi, (1993:28) mengatakan bahwa kaidah fonotaktik adalah kaidah yang mengatur perjejeran fonem dalam bahasa Indonesia. Jadi, Fonotaktik merupakan cabang ilmu fonologi yang mempelajari tentang gabungan fonem yang dibenarkan dalam sebuah bahasa. Semua bahasa pasti mempunyai fonotaktik yang berbeda dan kekhasan masing-masing.

Dalam sistem fonotaktik bahasa Indonesia, terdapat variasi deretan khas fonem konsonan dalam sebuah kata. Dalam bahasa Indonesia, variasi deretan dua konsonan dalam suku yang berbeda di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. /mp/, seperti kata empat, pimpin, kampung, tampan, emping, dan simpan.
  2. /nt/, seperti kata untuk, ganti, pintu, pantas, tentu, pantat, dan bentuk.
  3. /ŋk/, seperti kata engkau, mungkin, pangku, tungku, langkah, sangka, dan dangkal.
  4. /ns/, seperti kata: insaf, insan, insang, pensil, dan ransel.

 

Variasi deretan konsonan tadi adalah deretan konsonan yang lazim dan berterima dalam bahasa Indonesia. Berdasarkan variasi tadi, ada kemungkinan bentuk dasar yang berawalan fonem /k/, /p/, /t/, dan /s/ yang dilekati imbuhan  meng–  tidak diluluhkan oleh sebagian pengguna bahasa karena terpengaruh oleh sistem fonotaktik tadi.

Afiks meng- + /kocok/ → *mengkocok karena terpengaruh dengan deretan konsonan /ŋk/, meng- + /putar/ + /putar/ → *memputar karena terpengaruh dengan deretan konsonan /mp/, kemudian meng- + /tipu/ → *mentipu karena terpengaruh dengan deretan konsonan /nt/, dan meng- + /sukses/ → *mensukseskan karena terpengaruh dengan deretan konsonan /ns/.

Semua bentuk pelanggaran kaidah dalam proses morfologis tadi kemungkinan dilakukan oleh sebagian masyarakat pengguna bahasa Indonesia karena fonotaktik dalam bahasa Indonesia memungkinkan urutan seperti itu dan urutan fonem tersebut berterima dalam urutan fonotaktik bahasa Indonesia.

 

Penulis, Peneliti Pertama di Balai Bahasa Jawa Barat.

 

Postingan Terkait