Beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo menerbitkan Perpres Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia. Dalam Bagian Kedua Belas Perpres ini, diatur penamaan berbagai hal yang wajib menggunakan Bahasa Indonesia, yaitu Penamaan Geografi, Bangunan atau Gedung, Jalan, Apartemen atau Permukiman, Perkantoran, Kompleks Perdagangan, Merek Dagang, Lembaga Usaha, Lembaga Pendidikan, dan Organisasi yang didirikan atau dimiliki Warga Negara Indonesia atau Badan Hukum Indonesia. Perpres 63/2019 ini merupakan aturan lebih lanjut dari UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. UU tersebut memang sudah mengatur bahasa Indonesia wajib digunakan untuk nama bangunan hingga jalan, tetapi belum ada rinciannya.
Seperti diketahui, penggunaan bahasa di ruang publik sebelumnya memang sudah diatur dalam undang-undang kebahasaan, yaitu Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009, khususnya Pasal 36 ayat (3) yang mengatakan bahwa “Bahasa Indonesia wajib digunakan untuk nama bangunan atau gedung, jalan, apartemen atau permukiman, perkantoran, kompleks perdagangan, organisasi yang didirikan atau dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia. Kemudian, Pasal 38 ayat (1): “Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam rambu umum, petunjuk jalan, fasilitas umum, spanduk, dan alat informasi yang merupakan pelayanan umum.”
Sebagai upaya untuk terus meningkatkan martabat bangsa Indonesia, Pemerintah Republik Indonesia, melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan juga tahun lalu sudah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pengutamaan Bahasa Negara di Ruang Publik yang ditujukan kepada Gubernur dan Bupati/Wali Kota di seluruh Indonesia. Berdasarkan Surat Edaran yang ditandatangani Muhadjir Effendy pada 19 Desember 2018 tersebut, semua kepala daerah wajib mengutamakan penggunaan bahasa Indonesia pada nama bangunan dan permukiman di seluruh wilayah Indonesia. Selain itu, dalam Surat Edaran tersebut juga disebutkan bahwa bahasa Indonesia wajib digunakan dalam lima objek ruang publik lainnya seperti nama lembaga, nama jalan, merek dagang, perkantoran, penunjuk jalan, fasilitas umum, spanduk, dan nama produk barang/jasa.
Berdasarkan hal tersebut, Balai Bahasa Jawa Barat sebagai Unit Pelaksana Teknis Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan yang salah satu tugas poknya melakukan pembinaan kepada para pengguna bahasa, bekerja sama dengan Sekretariat Daerah Pemerintah Kabupaten Pangandaran menyelenggarakan kegiatan Penyuluhan Penggunaan Bahasa di Ruang Publik: Wajah Bahasa Pemerintah Daerah Kabupaten Pangandaran. Kegiatan tersebut berlangsung di Hotel Horison Palma Pangandaran pada 10 dan 11 Oktober 2019.
Dalam kegiatan penyuluhan yang bertema “Memartabatkan Bahasa di Ruang Publik” ini Balai Bahasa Jabar mengundang empat puluh orang peserta yang merupakan perwakilan dari setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kabupaten Pangandaran. Kegiatan penyuluhan di Kabupaten Pangandaran dibuka secara resmi Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, & Olahraga Kabupaten Pangandaran, Dr. H. Surman, M.Pd.
Sementara itu, materi yang disampaikan dalam penyuluhan adalah “Kebijakan Bahasa”, “Penggunaan Bahasa Negara di Ruang Publik”, “Penggunaan Bahasa di Ruang Publik Sekolah”, dan “Kalimat pada Bahasa Ruang Publik” yang disampaikan oleh Asep Rahmat, M.Hum. Selanjutnya, materi “Penggunaan Ejaan pada Bahasa Ruang Publik” dan “Pengunaan Diksi pada Bahasa Ruang Publik” disampaikan oleh Nani Darheni, M.Pd. Toni Heryadi, Ketua Panitia Kegiatan, mengatakan bahwa tujuan utama dari kegiatan ini adalah untuk menumbuhkan sikap positif berbahasa masyarakat dan meningkatkan kecintaan masyarakat Pangandaran terhadap bahasa Indonesia.
Kegiatan penyuluhan ini merupakan salah satu upaya dalam pemartabatan bahasa negara dengan mengutamakan penggunaan bahasa negara, yaitu bahasa Indonesia di ruang-ruang publik. Tidak dapat dimungkiri bahwa hingga kini masih banyak pemakaian bahasa di ruang publik, baik papan nama maupun papan petunjuk, yang menggunakan bahasa asing atau campuran antara bahasa Indonesia dan bahasa asing. Penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik saat ini memang semakin tergerus oleh maraknya masyarakat yang memilih menggunakan bahasa asing. Dominasi bahasa asing, khususnya bahasa Inggris, tampak dalam penamaan bangunan, reklame, kain rentang, dan papan-papan penunjuk publik.
Pada tahun 2018 dan 2019 dalam rangka Pengutamaan Bahasa Negara di Ruang Publik, Balai Bahasa Jabar sudah memantau tulisan di ruang publik di sepuluh instansi/lembaga di kabupaten/kota di Jawa Barat yang meliputi: 4 lembaga pendidikan, 4 lembaga swasta, dan 2 lembaga pemerintahan dengan melihat tujuh objek pengutamaan pada tiap-tiap instansi. Ketujuh objek yang dipantau yaitu 1) tulisan nama lembaga dan gedung, 2) tulisan nama sarana umum, 3) tulisan nama ruang pertemuan, 4) tulisan nama produk barang/jasa, 5) tulisan nama jabatan, 6) tulisan penunjuk arah atau rambu umum, dan 7) tulisan berbentuk spanduk atau alat informasi lain sejenisnya.
Selain di Kabupaten Pangandaran, Balai Bahasa Jabar juga menyelenggarakan kegiatan Penyuluhan Penggunaan Bahasa di Ruang Publik di Kabupaten Indramayu, Subang, Sukabumi, dan Karawang. (DS).