Sikap Bahasa Masyarakat Sunda Perdesaan di Jawa Barat

Oleh Dindin Samsudin*

Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2014, di wilayah Jawa Barat terdapat tiga bahasa daerah yang digunakan oleh tiga suku asli Jawa Barat, yaitu Sunda, Melayu Betawi, dan Cirebon. Suku Sunda adalah penutur bahasa daerah terbesar di wilayah Jawa Barat dengan jumlah penutur sebanyak 27 juta jiwa. Namun, menurut Sobarna (2007) jumlah penutur bahasa Sunda yang cukup besar itu tidak menjamin bahwa bahasa Sunda tidak terancam kepunahan. Ancaman kepunahan bahasa Sunda muncul dari penggunaan bahasa Indonesia dan bahasa asing yang semakin marak belakangan ini.

Kekhawatiran Sobarna (2007) tadi memang tercermin dalam temuan hasil penelitian Khak et al. (2013), yaitu bahwa telah terjadi pergeseran bahasa di kalangan masyarakat Sunda yang menikah dengan sesama suku Sunda. Dalam penelitian tersebut ditemukan tinggal 43,2% saja pasangan orang tua suku Sunda yang mengajarkan bahasa Sunda kepada anak-anak mereka sebagai usaha pemertahanan bahasa daerah dalam keluarga. Sikap bahasa sebagian besar masyarakat Sunda-Sunda terhadap bahasa Sunda pada umumnya kurang positif karena dalam kehidupan mereka bahasa Sunda tidak terlalu banyak digunakan. Sikap bahasa yang kurang positif itu juga didukung oleh lingkungan yang tidak banyak memberi ruang bagi digunakannya bahasa Sunda dalam pergaulan sehari-hari, terutama di wilayah yang heterogen.
Kartika et al. (2013) juga kemudian melakukan penelitian “Sikap Bahasa Masyarakat Jawa Barat terhadap Bahasa Daerah, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Asing”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Jawa Barat memiliki sikap yang positif terhadap bahasa daerah.

Berbagai penelitian sikap bahasa di Jawa Barat setakat ini, belum sepenuhnya terdeskripsikan. Penelitian sikap bahasa masyarakat Sunda di wilayah perdesaan Jawa Barat juga perlu dilakukan kajian. Bagaimana sikap bahasa masyarakat Sunda perdesaan di Jawa Barat terhadap bahasa Sunda, bahasa Indonesia, dan bahasa asing? Kemudian, bagaimana pengetahuan masyarakat Sunda perdesaan di Jawa Barat tentang peraturan daerah Provinsi Jawa Barat yang berkaitan dengan pemeliharaan bahasa, sastra, dan aksara daerah? Lalu, adakah hubungan korelasi pengetahuan kebahasaan terhadap sikap bahasa masyarakat Sunda perdesaan?

Untuk mengetahui hal tersebut, Balai Bahasa Jawa Barat kembali mengadakan sebuah kajian tentang pengetahuan peraturan kebahasaan dan sikap bahasa masyarakat Sunda perdesaan di Jawa Barat melalui sebuah penelitian. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian tersebut berkaitan dengan pendekatan teoritis dan metodologis. Pendekatan teoritis mengacu pada pendekatan sosiolinguistik karena sosiolinguistik termasuk teori atau ilmu yang berkaitan dengan pemakaian bahasa dalam kaitan dengan masyarakat (Chaer, 2010:2). Sementara itu, pendekatan metodologis menggunakan pendekatan kuantitatif yang bersifat deskriptif, yaitu penafsiran data yang berkenaan dengan fakta, variabel, dan fenomena yang terjadi saat penelitian berlangsung dengan menyajikan apa adanya.

Teknik pengambilan data dalam penelitian tersebut menggunakan metode survey, yaitu mengambil sampel dari populasi dan mengumpulkan data melalui kuesioner sebagai alat pengumpul data. Sampel penelitian sebanyak 502 orang berasal dari masyarakat perdesaan di dua kabupaten yang ada di Jawa Barat, yaitu Kabupaten Garut dan Kabupaten Cianjur.
Sementara itu, instrumen penelitian untuk variabel pengetahuan tentang peraturan kebahasaan berupa kuisioner sebanyak 10 pertanyaan; untuk variabel sikap berupa angket skala Likert sebanyak 35 pernyataan. Karakteristik subjek penelitian ditinjau dari delapan aspek, yaitu: 1) usia; 2) Pendidikan; 3) Pekerjaan; 4) Penghasilan; 5) Jenis Kelamin; 6) Identitas Penduduk; 7) Frekuensi Keluar Daerah; dan 8) Domisili.

Teknik analisis data yang digunakan untuk masalah penelitian 1 dan 2 menggunakan statistik deskriptif (crosstab) dan untuk masalah penelitian 3 menggunakan analisis jalur (korelasi dan regresi). Dalam analisis data yang menggunakan analisis jalur (path analysis), digunakan variabel eksogen (variabel yang mempengaruhi) yaitu pengetahuan tentang perundang-undangan dan variabel endogen (variabel yang dipengaruhi) adalah sikap bahasa.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa sikap bahasa masyarakat Sunda perdesaan di Jawa Barat, khususnya di Kabupaten Garut dan Kabupaten Cianjur dapat dikategorikan baik sebab rata-ratanya sudah mencapai 68,56% dari ideal. Sementara itu, pengetahuan masyarakat Sunda perdesaan di Jawa Barat, khususnya di Kabupaten Garut dan Kabupaten Cianjur tentang peraturan kebahasaan dapat dikategorikan jelek sebab rata-ratanya baru mencapai 34,25% dari ideal.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui juga bahwa pengetahuan peraturan kebahasaan tidak berpengaruh signifikan terhadap sikap bahasa masyarakat Sunda perdesaan di Jawa Barat. Bahkan, dapat dikatakan pengaruhnya hampir tidak ada, yaitu hanya sebesar 0,1369% sedangkan sisanya sisanya sebesar 99,8631% dipengaruhi oleh variabel yang lain.
Penelitian sikap bahasa untuk kelompok masyarakat perdesaan tadi sangat penting dilakukan karena hasilnya dapat merefleksikan sikap bahasa masyarakat Sunda terhadap ketiga bahasa yang hidup di Jawa Barat. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan dasar bagi pengambilan keputusan kebijakan bahasa, baik yang berkaitan dengan bahasa daerah, bahasa Indonesia, maupun bahasa asing di wilayah Jawa Barat. Selain itu, penelitian seperti ini juga tentu dapat digunakan untuk menentukan regulasi dan kebijakan, khususnya yang berkaitan dengan pemeliharaan bahasa, sastra, dan aksara daerah untuk masyarakat Sunda perdesaan di Jawa Barat.

Dindin Samsudin adalah peneliti bahasa di Balai Bahasa Jawa Barat

Bagikan ke:

Postingan Terkait