Silaturahmi Antarsastrawan dalam Malam Sastra 2019

 Silaturahmi Antarsastrawan dalam Malam Sastra 2019

Untuk pertama kalinya, Balai Bahasa Jawa Barat mengumpulkan para sastrawan dalam kegiatan bertajuk Malam Sastra 2019. Acara yang digelar pada tanggal 28 s.d. 29 November 2019 di hotel Amarossa, Jalan Aceh, Bandung itu menghadirkan sekitar  48 sastrawan Jawa Barat.

Dalam rilisnya, panitia kegiatan menyebutkan bahwa Malam Sastra 2019 dimaksudkan sebagai ajang silaturahmi antarsastrawan dan juga antara sastrawan dengan Balai Bahasa Jawa Barat. Selain itu, Malam Sastra dapat menjadi sebuah forum yang berharga bagi Balai Bahasa untuk mengetahui sepak terjang para sastrawan di setiap daerah di Jawa Barat dan untuk mengetahui peta perkembangan sastra Indonesia di Jawa Barat.

Untuk menampung pengalaman dan gagasan para sastrawan, dalam kegiatan itu dihadirkan dua sesi diskusi yang dilanjutkan dengan pertunjukan sastra. Ada dua isu utama yang diangkat dalam diskusi, yaitu tentang Kedudukan dan Peran Sastrawan Jawa Barat dalam Konstelasi Sastra Indonesia dan Peran Komunitas Sastra dalam Menghadapi Era Milenial. Adapun pertunjukan sastra menghadirkan sejumlah sastrawan yang piawai dalam membacakan puisi dan monolog termasuk beberapa penampil yang menghadirkan musikalisasi puisi.

Hadir dalam kegiatan ini Kepala Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, Prof. Dr. H. Dadang Sunendar, M.Hum. yang memberikan sambutan sekaligus membuka acara. Dalam sambutannya, Kepala Badan menyambut baik kegiatan yang mempertemukan para sastrawan dengan pihak Balai Bahasa ini. Ia juga melaporkan bahwa sebagian besar rekomendasi hasil Musyawarah Nasional Sastrawan Indonesia (MUNSI) II tahun 2017 sebagian besar telah dilaksanakan oleh Badan Bahasa.

                                                                Acep Zamzam Noor

Setelah itu, kegiatan dilanjutkan dengan dua sesi diskusi dan pertunjukan sastra. Pada diskusi pertama tampil Acep Zamzam Noor, Hadi AKS, Ahda Imran, dan Ardianto Bahtiar sebagai narasumber. Mereka diminta panitia untuk membicarakan posisi sastrawan Jawa Barat agar memiliki peran yang lebih penting dalam peta perkembangan sastra Indonesia sebagaimana yang telah dilakoni oleh sastrawan Jawa Barat sebelumnya. Dialog pertama ini dipandu oleh Langgeng Anggradinata, dosen muda dari Universitas Pakuan, Bogor.

                                                                    Ahda Imran

Dalam diskusi ini, Ahda Imran mengatakan bahwa dalam perkembangan sastra di Jawa Barat tak ada yang berposisi sebagai playmaker. Para sastrawan yang muncul adalah mereka yang berebut menjadi striker. Akibat dari kondisi tersebut, Jawa Barat dapat dikatakan miskin program peningkatan kualitas sastra. Padahal, playmaker sangat dibutuhkan untuk mendorong munculnya berbagai strategi dan inovasi untuk menggairahkan kehidupan sastra. Saat sesi pertanyaan dibuka, banyak peserta yang ingin menyampaikan harapan dan keinginan terkait gairah sastra ini. Salah satunya diajukan oleh perempuan penyair dari Ciamis, Wida Waridah yang mengharapkan agar Balai Bahasa Jawa Barat membuat sayembara penulisan karya sastra bagi sastrawan Jawa Barat.

                                                          Ardianto Bahtiar

Sementara itu, Ardianto Bahtiar yang mewakili Balai Bahasa Jawa Barat memaparkan kondisi pembelajaran sastra di sekolah. Berkali-kali Ardianto mengatakan bahwa perlunya basis data yang dijadikan rujukan untuk mengevaluasi kegiatan pembelajaran sastra. Dalam kesempatan itu, Ardianto memaparkan kualitas penguasaan siswa terhadap sastra berdasarkan data yang diperolehnya dari hasil Ujian Nasional tahun 2019. Penguasaan dan evaluasi terhadap hasil ujian tersebut perlu dijadikan pegangan agar target pembelajaran sastra tepat sasaran.

                                                                         Hadi AKS
      Langgeng Prima Anggradinata saat menjadi moderator diskusi bagian pertama.

Pada diskusi kedua, narasumber yang hadir adalah Matdon, Doddi Ahmad Fauzi, Moh. Syarif Hidayat, dan Yopi Setia Umbara. Mereka memperbincangkan peran komunitas sastra sebagai kawah candradimuka bagi sastrawan muda untuk berproses kreatif sastra. Diskusi yang dipandu oleh penyair Purwakarta, Rudi Aliruda ini memunculkan sejumlah gagasan untuk memaksimalkan dan mendorong peran komunitas agar dapat lebih berkontribusi dalam memeriahkan aktivitas sastra di Jawa Barat. Salah satu gagasan yang muncul adalah memaksimalkan peran Balai Bahasa Jawa Barat dalam mendukung kegiatan sastra yang dilakukan oleh komunitas di setiap daerah di Jawa Barat.

Dari Kiri ke Kanan: Moh. Syarif Hidayat, Matdon, Doddi Ahmad Fauji, dan Yopi Setia Umbara dalam diskusi sesi kedua menyoal komunitas sastra. Diskusi ini dipandu oleh Rudi Aliruda
Khoer Zurjani, Ihung Cianda, Ridwan Ch. Madris, Willy Fahmi Agiska, Bode Riswandi, dan Edeng Syamsul Maarif saat membacakan puisi dengan gayanya masing-masing dalam Malam Sastra 2019.

Kegiatan Malam Sastra ditutup dengan penampilan sastra berupa pembacaan puisi, musikalisasi puisi, monolog, dan lain-lain. Mereka yang tampil dalam pertunjukan ini adalah Saung Sastra Lembang, Khoer Zurjani, Ridwan Ch. Madris, Bob Anwar, Bode Riswandi, Willy Fahmi Agiska, Edeng Syamsul Maarif, Ratna Ayu Budhiarti, Seli Desmiarti, Ihung Cianda, Zulfa Nasrullah, Adew Habsta, dan Panji Sakti.

Malam Sastra tahun 2019 ini menjadi kegembiraan tersendiri bagi para sastrawan yang hadir. Tampak rona bahagia saat mereka bercengkrama dengan teman-temannya dari berbagai daerah. Acep, Ahda, Hadi AKS, Matdon, dan sastrawan lainnya terlihat begitu akrab dan saling berbagi cerita tentang aktivitas mereka. Suasana seperti ini menjadi barang langka di tengah minimnya kegiatan silaturahmi yang melibatkan sastrawan. Beberapa di antara mereka berharap bahwa kegiatan seperti ini layak dipertahankan di tahun-tahun yang akan datang. Setidaknya bagi mereka hal ini berguna sebagai semangat untuk terus berkarya dan berkontribusi bagi perkembangan sastra Indonesia di Jawa Barat. (MSH)

Postingan Terkait